17 Desember 2007

Kaum Lesbian, Perjuangkan Keadilan Melalui Buku


Oleh: Husamah
(Ketua Forum Diskusi Ilmiah Unmuh Malang)

Beberapa hari yang lalu, seorang teman sempat bertanya kepada saya tentang mereka-mereka yang berbeda dengan kondisi lazimnya. Mungkin yang dia maksud adalah waria atau mungkin lesbian. Karena menurut saya pertanyaan tersebut menarik, maka perlu kiranya untuk diuraikan, meskipun hanya fokus pada lesbian saja.

Orientasi seksual lesbian yang tak lazim, berbeda dengan kebanyakan masyarakat menjadikan kelompok lesbian sebagai komunitas marginal. Banyak orang masih homophobia dan beranggapan bahwa lesbian merupakan penyakit atau kelainan. Lesbian, seperti halnya waria dan gay dipandang abnormal, sesuatu yang kotor bahkan khianat terhadap kodrat penciptaan Tuhan. Persepsi ini telah mengakar kuat dalam peradaban masyarakat.

Di zaman Orde Baru, kebanyakan dari mereka belum berani unjuk identitas di ruang publik. Komunitas lesbian di Indonesia sendiri berupa komunitas bawah tanah, belum banyak muncul literatur-literatur kajian studi tentang lesbian. Setelah terbuka lebarnya keran kebebasan pascareformasi, komunitas lesbian berani keluar dari apa yang disebut oleh para teorisi lesbian dan gay dengan "closet". Mereka keluar dari dunia kepalsuan dan tertekan menuju posisi sosial yang diterima masyarakat. Komunitas lesbian menginginkan mereka dianggap setara dengan kaum heteroseksual.

Lesbianisme, seperti politik identitas lainnya memakai buku sebagai jalan untuk mendapatkan pengakuan tersebut. Mereka percaya bahwa kekuatan buku telah terbukti sejak awal abad lalu di mana politik identitas nasionalisme dinyatakan dengan buku dan efeknya luar biasa. Para pendiri republik menggunakan buku sebagai sarana yang ampuh dalam perjuangan.

Wacana dan gerakan lesbianisme berhadapan dengan bongkah kokoh konservatisme yang dinilai masih sangat diskriminatif terhadap mereka yang berbeda dan dianggap tidak normal. Jika diibaratkan sebagai batu kokoh, buku menjadi pahat yang cukup dahsyat untuk menghancurkannya.

Keyakinan yang besar inilah mungkin mendorong terbitnya buku "Lesbian Laki-Laki" karya aktivis muda kelahiran Yogyakarta, Deojha (Penerbit Pinus, 2006). Buku ini memberikan pesan dan harapan bahwa sudah saatnya masyarakat berfikir secara jernih, rasional, tidak kolot dan tidak sepihak. Lesbian merupakan pemberian (given), anugerah yang di berikan Tuhan kepada seseorang wanita.

Selalu ada rahasia di balik kehendak Tuhan. Begitulah kira-kira buku tersebut mengingatkan. Menerima kodrat terlahir sebagai perempuan adalah kewajiban setiap manusia. Namun bagaimana jika ternyata ada perasaan lain yang Tuhan titipkan dan ternyata itu bertentangan dengan realita semestinya? Menikmati keabnormalan itu bisa jadi pilihan terbaik yang harus dipilih. Perbedaan orientasi seks, kecenderungan untuk mencintai dan menyayangi sesama bukan hal aneh. Itu adalah keanekaragaman yang juga harus sama dihargai, bukannya penyakit yang harus disembuhkan.

Gambaran lesbian dalam anggapan penulis sangatlah jauh dari sosok yang disoroti oleh masyarakat, seperti hanya berorientasi seks atau suka berfoya-foya saja. Lesbian di sini tidak lain adalah seorang wanita yang memiliki rasa cinta suci bahkan mendambakan hidup bersama dengan pujaan hatinya, tentunya juga seorang wanita.

Sebenarnya masih banyak lagi buku yang tujuannya memperjuangkan dunia lesbian. Beberapa judul lain yang berhasil saya lacak adalah Mengenal Perbedaan Orientasi Seksual Remaja Putri (Poedjiati Tan), Memberi Suara Pada Yang Bisu (Dede Oetama), Sepasang Remaja Lesbian di Persimpangan Jalan (Ernest J. K. Wen), dan Garis Tepi Seorang Lesbian (Herlinatiens). Buku-buku inipun perlu kita pandang dengan bijak.

Biodata Penulis:
Nama: Husamah
kampus: Universitas Muhammadiyah Malang
NIM: 04330058
Telp: 0341. 464733/085649218214
Alamat: Laboratorium Biologi UMM Jl. Raya Tlogomas 246 Malang 65144

1 komentar:

Anonim mengatakan...

terimaksih sudah berpikir dengan bijaksana...

salam,
deojha