5 Desember 2007

Kreativitas Dulu Baru Sertifikasi


(Dimuat di Harian Surya Monday, 08 October 2007)

Oleh: Husamah
(Ketua Forum Diskusi Ilmiah Universitas Muhammadiyah Malang)


Menyikapi sertifikasi, minimal guru akan terpecah menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah para guru yang memang setuju, telah siap, berpengalaman, kompeten dan tentu berprestasi. Kelompok kedua pasti para guru yang menganggap sertifikasi perlu untuk menaikkan taraf hidup dan profesionalitas, tetapi merasa kesulitan karena masih banyak kekurangan. Kelompok ketiga tentu para guru yang ingin hidup layak tanpa harus sertfikasi.

Memang sulit merubah pola pikir guru, terlebih kelompok ketiga ini. Selama ini sistem telah membuat para guru begitu santai dan asal “ngajar”. Buktinya, para sarjana non-kependidikan mudah saja beralih menjadi guru jika tidak memiliki pekerjaan. Hanya dengan menempuh Akta IV selama tiga bulan, mereka telah menjadi guru.

Akhirnya posisi guru sebagai ujung tombak alias pilar utama menuju kemajuan bangsa yang telah disepakati sepanjang sejarah semakn bias. Guru yang dikenal sebagai aktor dalam proses pemanusiaan dan kemanusiaan, hanya berfungsi sebagai pelengkap
sekolah semata.

Idealnya, guru dituntut memiliki keterampilan yang memadai. Tidak hanya asal mengajar di kelas kemudian pulang. Mereka dituntut untuk berkreasi, mengembangakan ilmunya, dan mencontohkan kesuksesan (prestasi) pada muridnya.

Sayangnya, pola pikir semacam itu belum banyak dimiliki para guru. Mereka lebih memilih untuk nyambi ngojek untuk mengepulkan asap dapur daripada menulis di media massa. Padahal jika budaya menulis itu dipupuk, justru akan menjadi modal guru menuju sertfikasi, selain juga mendatangkan rezeki bagi dirinya (hohor menulis).

Sebenarnya telah banyak buku beredar yang berupaya memberikan inspirasi dan motivasi bagaimana mengoptimalkan potensi yang dimiliki guru, dan bagaimana mengelola waktu luang untuk mendapatkan tambahan penghasilan.
Bahkan jika “ajaran” ini diamalkan mungkin penghasilan guru bisa lebih
besar dari gaji pokok sebagai guru di sekolah dengan tidak mengurangi
dedikasi dan profesionalisme sebagai guru.

Buku “Siapa Bilang Jadi Guru Hidupnya Susah?” karangan Hasyim Ashari (April, 2007) misalnya. Sangat banyak ilmu yang dapat dipergunakan guru. Seperti bagaimana menjadi guru privat, mengajar di bimbingan belajar, menulis buku, menulis di media massa dan berwirausaha Menulis bukanlah bakat istimewa tetapi lebih kepada tekad yang kuat. Intinya, sediakan waktu untuk menulis dan jangan takut menulis. Pada buku ini dijelaskan pula tips bagi yang baru memulai karier sebagai penulis dan tips mengirimkan naskah ke penerbit beserta contoh-contohnya, alamat-alamat email media massa dan penerbit.
Buku yang terkait dengan karya ilmiah juga semaikn banyak. Ini dapat dijadikan rujukan mengikuti lomba-lomba kategori guru. Menurut pengalaman, biasanya lomba ini kinim peserta sementara hadiahnya relative besar.

Oleh karenanya, sudah saatnya sertifikasi tidak ditakuti. Momen itu hanyalah sebuah keniscayaan menuju pengakuan terhadap guru. Dan berangkatlah menjadi guru bermutu dengan melakukan beberapa kegiatan di atas. Bravo guru.

sumber foto:www.janbrett.com

Tidak ada komentar: