5 Desember 2007
SAATNYA KEPEMIMPINAN DI TANGAN PEMUDA
SAATNYA KEPEMIMPINAN DI TANGAN PEMUDA
(TELAH DIMUAT di harian Media Indonesia tanggal 28 Oktober 2007)
Oleh: Husamah*
Momen Sumpah Pemuda 1928 akan kembali diperingati pada 28 Oktober. Namun jika mau jujur, peringatan itu tentu hanya bersifat simbolis, formalis, dan strukturalis. Sekedar menjadi bentuk romantisme sejarah bangsa dan kepeloporan pemuda angkatan 1908, 1928 dan sesudahnya serta sebagai pertanda kepura-puraan nasionalisme.
Mengapa demikian? Masih terdapat berbagai persoalan yang berpotensi meruntuhkan pondasi bangsa. Berbagai kejadian memalukan dan memilukan akhir-akhir ini justru membuat Bangsa Indonesia seakan kehilangan jalur untuk keluar dari krisis multidimensional. Kesempatan untuk mencari pekerjaan semakin sulit, angka kemiskinan masih tinggi, biaya pendidikan secara umum mahal, penjarahan dan intervensi(penjajahan) asing semakin mencengkeram, dan budaya KKN semakin marak dipertontonkan.
Permasalahan ini belum ditambah dengan dekonstruksi moral bangsa, rasa aman semakin menipis, ancaman disintegrasi, penyebaran penyakit, lingkungan hidup, dan racun-racun sosial lainnya.
Di tengah tuntutan perubahan dan problematika kebangsaan, gerakan kepemudaan dan kepemimpinan pemuda justru mengalami kemunduran dengan berbagai bentuk kealpaan ideologis yang membuat mereka tersesat. Herman Ibrahim (2003) misalnya mencatat di era reformasi, kepemimpinan pemuda nyaris tidak ada sama sekali, pemuda nyaris hanya menjadi penggembira belaka.
Orang-orang tua tetap mendominasi kekuatan di kepengurusan inti yang memiliki akses langsung pada kekuasaan di legislatif maupun di eksekutif. Para pemuda tidak lagi menjadi kekuatan masyarakat sipil yang kritis, tetapi menjadi para pendemo yang siap untuk dibayar. Semua isu yang diangkat para pemuda dalam rangka kontrol terhadap sistem kekuasaan mudah dipatahkan di belakang layar.
Tentunya, kita (terutama pemuda) tidak perlu larut tenggelam dalam masalah tersebut. Kepemimpinan pemuda sebegitu pentingnya dan perlu kembali mengarus utama agar cita-cita luhur reformasi (membangun Indonesia Baru) tidak lagi "jauh api dari panggang".
Sudah saatnya pemuda kembali menjadi tumpuan, pelaku di depan atau pemegang kendali. Sudah saatnya kita mengusung kembali kepemimpinan pemuda. Memang tidak mudah, tetapi dengan tekad dan kemauan kuat perubahan itu dapat tercapai.
Pada tahun 1966, Mohammad Hatta mengajukan suatu pertanyaan untuk meyakinkan dan mengingatkan kita kembali. Mengapa pemuda sewaktu-waktu melakukan peranan yang begitu penting dalam perkembangan politik dan haluan negara? Mengapa pemuda sering mendahului orang-orang tua yang sudah matang berpolitik? Pertama, pemuda masih murni jiwanya dan ingin melihat pelaksanaan secara jujur apa-apa yang telah dijanjikan kepada rakyat. Pandangan politiknya terbatas kepada cara melaksanakan tujuan itu.
Kedua, pemuda pada universitas (mahasiswa) dididik berpikir secara ilmiah dan ilmu tujuannya mencari kebenaran. Membela kebenaran menjadi tugas utama bagi penuntut ilmu. Pikiran yang diasah semacam itu menyebabkan mereka bersikap kritis terhadap realitas dan perbuatan bertentangan dengan kebenaran.
Selain itu Soekarno pun telah memancing kita dengan kalimatnya "berikan kepadaku sepuluh orang pemuda, akan aku bikin sebuah gunung berpindah." Kalimat itu merupakan retorika Soekarno yang menggambarkan dahsyatnya potensi kekuatan dan kepemimpinan pemuda.
*) HUSAMAH
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI-FKIP
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Selamat karena anda adalah sahabat bumi manusia. Silah kunjungi dan beri masukan atas Seri Artikel Orkestrasi Pergerakan untuk Indonesia Baru diblog saya. Salam hangat!
http://ruangasadirumahkata.blogspot.com/
Posting Komentar