17 Desember 2007
Meneguhkan Pendidikan Akhlak bagi Anak
Oleh: Husamah
(Ketua Forum Diskusi Ilmiah-Unmuh Malang)
Mendidik anak bukanlah perkara yang mudah. Jika memang sebatas memberi dan menjaga asupan gizi, memberi pakaian atau bahkan menyekolahlan anak, bagi sebagian besar orang merupakan perkara yang mudah. Persoalannya adalah bagaimana memastikan bahwa masuk dalam kategori terdidik dengan layak dan bagaimana menanamkan akhlak pada anak?
Fakta menunjukkan bahwa kegagalan pendidikan akhlak telah melahirkan generasi amburadul. Kejahatan merajalela, pemakaian narkoba dan miras, generasi perokok, pergaulan bebas, adegan porno, budaya sinetron dan televisi, tawuran dan sejenisnya adalah perilaku keseharian calon tunas bangsa. Sungguh sangat ironis.
Salaha satu kejadian lama tapi identik dengan keadaan saat ini mungkin perlu kita renungkan. Lihat saja hasil riset Synote (2004) yang menunjukkan bahwa di beberapa kota seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan, (dan mungkin juga Malang) dari 450 responden, 44% mengaku berhubungan sekas pertama kali pada usia 16-18 tahun. Bahkan ada 16 responden yang mengenal seks sejak umur 13-15 tahun. Sebanyak 40% responden melakukan seks di rumah, 26 % dikos, dan 20% lainnya di hotel.
Hasil survey ini seakan menjustifikasi Survei Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terhadap 2.880 remaja usia 15-24 tahun di enam kota di Jawa Barat pada tahun 2002, yang ternyata juga menunjukkan angka yang menyedihkan. Didapatkan data bahwa 39,65% dari mereka mengaku pernah berhubungan seks sebelum nikah.
Inilah sebenarnya masalah yang sering dilupakan para orang tua. Menyerahkan pendidikan akhlak hanya pada sekolah rasanya terlalu egois. Karena sebagian besar waktu dilewatkan anak di rumah, apalagi jatah pendidikan agama di sekolah (terutama sekolah umum) hanya sedikit. Para orang tua khususnya ibu yang biasanya merasa telah berbuat yang terbaik untuk anaknya ketika ia telah memberikan makanan yang paling bergizi, dan pakaian yang paling bagus. Namun, ia melupakan satu hal penting yang merupakan peran dan kewajibannya yang asasi terhadap anak-anaknya, yaitu mengajarkan akhlak yang mulia, dan menanamkan prinsip-prinsip agama yang benar.
Pendidikan akhlak sejak dini (kanak-kanak) pun kebanyakan diabaikan. Ironisnya sebagian orang ada yang menganggap remeh peran asasi orang tua tersebut, terutama ketika anak-anak mereka masih dalam fase kanak-kanak. Pada akhirnya, mereka menyesal setelah melihat anak-anak mereka menjadi seorang remaja yang sama sekali tidak peduli dengan keadaan orang tuanya.
Demikianlah pentingnya pendidikan akhlak yang menjadi salah satu kewajiban agama. Oleh karena itu, sudah saatnya kita (terutama para orang tua) kembali menyelami karakteristik akhlak, unsur-unsur pokok dalam pendidikan akhlak. Wallaahu'alam bis showab
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar