5 Desember 2007

Pahlawan Lingkungan, Menghargai Pekerjaan Pasukan Kuning


Dimuat di harian Surya Wednesday, 05 December 2007

Oleh: Husamah
Jl Notojoyo Malang
usya_bio@yahoo.com

Faktor penting sehingga suatu daerah memperoleh penghargaan kebersihan lingkungan, kesehatan lingkungan, atau kalpataru adalah pasukan kuning.
Jam masih menunjukkan pukul 03.00 WIB. Suasana lengang dan sepi sementara suhu dingin menusuk sampai ke tulang-tulang dini hari itu. Biasanya pada waktu-waktu seperti ini, kita masih terlelap tidur. Namun, bagi pasukan kuning yang biasa saya temui di Jl Tirto Utomo dan Jl Raya Tlogo Mas Malang, hal tersebut tidak berlaku.

Bermodal sapu dan gerobak mereka menyusuri jalan, satu orang menarik di depan dan satu lainnya mendorong dari belakang. Satu per satu rumah disusuri, memburu keranjang sampah. Dengan sigap sampah-sampah itu dimasukkan ke dalam gerobak. Benda-benda seperti botol bekas air mineral, plastik-plastik bekas, kertas, dan kardus dimasukkan ke dalam karung yang memang telah disiapkan dan digantung di samping gerobak.

Bagi mereka bau sampah yang busuk menusuk hidung itu seakan tidak tercium lagi. Bak Harry Potter, tangan mereka sigap menyapu sampah-sampah yang dibuang sembarangan di tepi jalan. Hanya dalam hitungan menit maka sampah-sampah itu hilang. Pekerjaan ini mereka lakukan tiap hari. Tidak ada yang berbeda, selalu sampah dan sampah. Kenyataan ini mungkin hampir sama dengan kehidupan yang serba kekurangan atau miskin walapun mereka pasti tidak menginginkannya.

Sayangnya perjuangan tulus para pasukan kuning tersebut masih belum dihargai secara layak. Ada banyak contoh yang dapat diberikan untuk mendukung pendapat di atas. Misalnya, pemeritah daerah sampai tingkat desa memberikan gaji atau tunjangan sangat minim. Bahkan terkesan sangat tidak manusiawi.

Jasa-jasa pasukan kuning masih sering dilupakan pemerintah daerah meskipun salah satu faktor penting sehingga suatu daerah memperoleh penghargaan kebersihan lingkungan, kesehatan lingkungan, atau kalpataru adalah pasukan kuning. Parahnya, bupati, wali kota, dan jajarannya dengan congkak menganggap diri mereka sebagai orang paling berjasa.
Pandangan masyarakat pun tidak jauh beda. Pekerjaan mulia dan tulus tersebut dianggap hina oleh sebagian besar orang. Terkadang kita mengeluarkan ungkapan “pasukan kuning” untuk mengejek teman yang lain. Padahal jika mau jujur, kita tidak lebih baik dari mereka bahkan dari apa yang mereka sapu tiap hari itu.

Tidak ada komentar: