25 Oktober 2009
Meruntuhkan Mitos Keangkeran Sertifikasi
OLeh: Husamah
(Alumni Biologi-FKIP-UMM)
Menyikapi sertifikasi, minimal guru akan terpecah menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah para guru yang memang setuju, telah siap, berpengalaman, kompeten dan tentu berprestasi. Kelompok kedua pasti para guru yang menganggap sertifikasi perlu untuk menaikkan taraf hidup dan profesionalitas, tetapi merasa kesulitan karena masih banyak kekurangan. Kelompok ketiga tentu para guru yang ingin hidup layak tanpa harus bersusah-payah mengikuti sertifikasi.
Memang sulit merubah pola pikir guru, terlebih kelompok ketiga ini. Ironisnya, jumlah kelompok ketiga itu lebih dominan. Sertifikasi bagaikan momok yang menakutkan. Mereka tidak pernah memperdulikan latar belakang diadakannya sertifikasi sebagai bentuk dedikasi untuk melahirkan guru-guru yang kompeten dan profesional.
Selama ini sistem telah membuat para guru begitu santai dan asal “ngajar”. Buktinya, Kebanyakan guru juga hanya sekedar masuk kelas, mengisi presensi, memberi tugas pada siswa dan sekedar menggugurkan kewajiban. Para sarjana non-kependidikan pun mudah saja beralih menjadi guru jika tidak memiliki pekerjaan. Hanya dengan menempuh Akta IV selama tiga bulan, mereka telah menjadi guru.
Tak dapat dipungkiri posisi guru sebagai ujung tombak alias pilar utama menuju kemajuan bangsa yang telah disepakati sepanjang sejarah semakin bias. Guru yang dikenal sebagai aktor dalam proses pemanusiaan dan kemanusiaan, hanya berfungsi sebagai pelengkap sekolah semata.
Potret buram dunia guru dan dunia pendidikan itu harus segera diakhiri. Perlu menjadi kesepakatan bersama bahwa sertifikasi tidak lain merupakan salah satu jawaban kongkrit dari pemerintah guna memenuhi desakan untuk meningkatan mutu pendidikan. Meningkatnya mutu pendidikan kemudian harus dibarengi peningkatan kesejahteraan bagi guru yang selama ini dirasa teramat rendah. Hal itu pula didasarkan atas asumsi bahwa persoalan peningkatan mutu pendidikan tentu bertolak pada mutu guru. Tanpa adanya peningkatan dari mutu guru itu sendiri jelas kualitas pendidikan di tanah air saat ini tidak akan banyak berubah.
Langkah paling bijak yang mendesak dilakukan adalah mengubur mitos keangkeran sertifikasi. Saatnya guru dituntut memiliki keterampilan yang memadai. Tidak hanya asal mengajar di kelas kemudian pulang. Mereka dituntut untuk berkreasi, berinovasi, mengembangkan ilmunya, dan mencontohkan kesuksesan (prestasi) dan kerja keras pada muridnya.
Pola pikir instan dan asal-asalan saatnya dibuang jauh-jauh. Budaya ilmiah dan kreatif segera dibangun, misalnya dengan giat menulis. Menulis di media massa dan lomba-lomba tentu lebih mulia dari nyambi ngojek untuk mengepulkan asap dapur. Jika budaya menulis itu dipupuk, justru akan menjadi modal guru menuju sertifikasi, selain juga mendatangkan rezeki bagi dirinya (honor dan hadiah menulis).
Sebenarnya telah banyak buku beredar yang berupaya memberikan inspirasi dan motivasi bagaimana mengoptimalkan potensi yang dimiliki guru, dan bagaimana mengelola waktu luang untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Bahkan jika “ajaran” ini diamalkan mungkin penghasilan guru bisa lebih besar dari gaji pokok sebagai guru di sekolah dengan tidak mengurangi dedikasi dan profesionalisme sebagai guru.
Buku “Siapa Bilang Jadi Guru Hidupnya Susah?” karangan Hasyim Ashari (April, 2007) misalnya. Sangat banyak ilmu yang dapat dipergunakan guru. Seperti bagaimana menulis buku, menulis di media massa dan menulis untuk lomba-lomba kepenulisan.
Menulis bukanlah bakat istimewa tetapi lebih kepada tekad yang kuat. Intinya, sediakan waktu untuk menulis dan jangan takut menulis. Pada buku ini dijelaskan pula tips bagi yang baru memulai karier sebagai penulis dan tips mengirimkan naskah ke penerbit beserta contoh-contohnya, alamat-alamat email media massa dan penerbit.
Buku yang terkait dengan karya ilmiah dan penelitian tindakan kelas juga semakin banyak. Ini dapat dijadikan rujukan mengikuti lomba-lomba kategori guru. Menurut pengalaman penulis, biasanya lomba ini minim peserta sementara hadiahnya cukup menggiurkan, sementara sertifikat pemenang dapat digunakan untuk sertifikasi.
Akhirnya, sudah saatnya sertifikasi dianggap sebagai anugerah dan tidak perlu ditakuti. Momen itu hanyalah sebuah keniscayaan menuju pengakuan dan penghargaan terhadap profesi guru. Toh, guru-guru yang telah lulus sertifikasi terdahulu telah menikmatinya. Dan berangkatlah menjadi guru bermutu dengan melakukan beberapa kegiatan di atas. Jayalah guru Indonesia.
sumber foto: http://ima.dada.net/image/14910458.jpg
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
5 komentar:
mana:udin lukman
nim:07330033
01 . Persaingan antar individu hendaknya disikapi sebagai bagian hidup yang harus dilalui tanpa merasa perlu untuk menjatuhkan orang lain. Sikap tersebut harus dimulai dengan (siap untuk) bersaing terhadap diri sendiri hingga apabila kita bisa, maka kita akan mampu menghadapi persaingan dengan segala bentuknya tanpa menyakiti bahkan menjatuhkan orang lain.
Persaingan antar individu hendaknya disikapi sebagai bagian hidup yang harus dilalui tanpa merasa perlu untuk menjatuhkan orang lain. Sikap tersebut harus dimulai dengan (siap untuk) bersaing terhadap diri sendiri hingga apabila kita bisa, maka kita akan mampu menghadapi persaingan dengan segala bentuknya tanpa menyakiti bahkan menjatuhkan orang lain. Persaingan yang sehat harus dijadikan dasar dalam mencapai tujuan atau cita-cita setiap individu hingga pencapaian yang akan diraih terasa indah untuk diwujudkanDalam persaingan setiap individu juga harus memahami potensi diri dan lingkungan di sekitar dimana ketika didalam proses pencapaian tujuan tidak ada sikap pemaksaan diri dan kerugian apalagi meyakiti individu lain yang pada akhirnya akan berakibat tidak baik untuk dia maupun orang lain dimasa sekarang atau akan datang
mana :udin lukman
nim :07330033
02alau SODIS itu kan aplikasinya pada "nggak harus direbus dulu", jadi memang harusnya sumbernya memang sudah air bersih (dari sumur atau yang lain). Kalau ngebor sumur dalam kan cenderung baru tahap cari air.
Kami Siap Mengatasi Semua Permasalahan Air Anda :
* Air berKaporit/B ahan Kimia
* Air berPasir/Keruh
* Me ngandung Zat Besi dan ber Bau
* Mengandung Zat Besi dan Tidak ber Bau
* Mengandung Nitrates
* ber Kapur/Hardness
* Dissolved Solid/Kimia Berbahaya
* ber Pestisida
* ber Bakteri
* Air berwarna Kuning
* dan lai n sebagainya permasalahan air di Rumah, Industri, dan juga Pabrik anda.
mungkin lebih efektif, efisien, dan cepat dengan banyakin truk tangki air bersih, kemudian disusul pengeboran sumur air dalam.
nama:udin lukman
nim:07330033
03. Adaptasi adalah kemampuan atau kecenderungan makhluk hidup dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru untuk dapat tetap hidup dengan baik. kemampuan hewan untuk menyesuaikan dirinya terhadap perubahan-perubahan keadaan alam atau lingkungannya (seleksi alam). Adapun jenis-jenis dan macam-macam adaptasi pada hewan adalah:
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Jenis keanekaragaman hayati:
a. Keanekaragaman genetik (genetic diversity). Yaitu jumlah total informasi genetik yang terkandung di dalam individu tumbuhan, hewan dan mikroorganisme yang mendiami bumi.
b. Keanekaragaman spesies (species diversity). Yaitu Keaneraragaman organisme hidup di bumi (diperkirakan berjumlah 5 – 50 juta), hanya 1,4 juta yang baru dipelajari.
c. Keanekaragaman ekosistem (ecosystem diversity). Yaitu Keanekaragaman habitat, komunitas biotik dan proses ekologi di biosfer.
nama :udin lukman
nim :07330033
04. yaa DETERJEN YANG SELAMA INI GUNAKAN MEMILIKI EFEK NEGATIF TERHADAP LINGKUNGAN
Langkah pertama yang di lakukan untuk mengatasi efek negatif pada deterjen yaitu: deterjen atau air deterjen yang di gunakan harus di buang pada tempat atau daerah tertentu, misalnya pada selokan, got, dll
Bila ingin menjadi guru yg benar-benar bermutu takkan pernah melakukan penipuan hitam di atas putih tuk mendapatkan pengakuan akan prestasi yg sebenarnya tak berbekas. Sertifikasi tak sedikit menjadi narkoba buat guru, karena keprofesionalan yg dijanjikan tak sedikit yg diaraih dg tulisan hitam di atas putih yg notabene bertinta salnju yg tak merembes ke hati nuraninya.
Tuk jadi guru sejati yg profesional, tunjukkan kesadaran diri tuk belajar dan meraih sesuatu dg jalan yang sah sesuai tuntunan yg benar, jangan relakan diri tertipu hanya dengan mengejar titel profeional merelakan segala cara yg kurang halal.
Bila profesional diraihnya dg jalan semacam ini, keprofeionalan yg manakah yg dibanggakan guru tersebut?? Bukankah dia telah menanamkan ketidak benaran pada dirinya. Bagaimana nasib anak didiknya?
Posting Komentar