5 Desember 2007

Mental Dosen Rusak, Lalu Mahasiswanya?


Mental Dosen Rusak, Lalu Mahasiswanya?

(Telah Dimuat di Harian Surya 09 September 2007)

Oleh: Husamah*
(Penyaji Tingkat Nasional dan Penggagas UKM Karya Ilmiah Unmuh Malang)

Artikel berjudul "Mental Dosen Sudah Rusak" pada kolom pendidikan koran ini (tanggal 4 September 2007, halaman 20) membuat kita miris. Bagaimana tidak, seperti yang dibeberkan Prof Dr Ir Moch Munir, Direktur Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (DP2M) Dikti, dari 1500 judul hibah bersaing untuk kategori penelitian dosen muda, 60 persen di antaranya merupakan "plagiat" dengan penelitian yang telah dilakukan orang lain sebelumnya.

Pola pikir rusak, pencontek, dan mencuri karya orang justru menggambarkan dosen yang tidak ada bedanya dengan maling. Fakta ini semakin menyedihkan manakala aksi ini merata dilakukan oleh dosen perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta di seluruh Indonesia

Jika dosen saja seperti itu, lalu bagaimana dengan mahasiswanya? Idealnya, dosen sebagai "guru" di universitas memberi teladan baik dalam segala hal. Dosen harus menjadi guru yang akan digugu dan ditiru. Perilaku dosen dituntut tegas tapi sopan, berwibawa, pintar, kreatif, cekatan, pekerja keras dan berbagai sifat positif lainnya. Perilaku tersebut akan direkam dan dicontoh mahasiswa karena seringnya berinteraksi formal dan non-formal.

Dampak dari sifat negatif para dosen terhadap mahasiswanya sudah dapat kita lihat. Kalau kita karya-karya mahasiswa ternyata sebagian besar adalah hasil plagiat. Sebut saja Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) yang diselenggarakan Dikti misalnya, kebanyakan proposal yang dikirim adalah hasil curian dari skripsi (tugas akhir) mahasiswa lain atau penelitian dosen, satu kampus ataupun lain kampus. Ironisnya perilaku ini, malah direstui dosen. Lebih ironis lagi, ternyata skripsi itupun merupakan hasil plagiat, "membeli" ataupun "memesan" dari bengkel skripsi.

Contoh lainnya adalah budaya maling artikel para mahasiswa dan dosen penulis. Di koran-koran masih sering kita lihat artikel/opini yang diambil dari artikel penulis lain. Penulisnya hanya berkreasi mengganti judul dan sedikit mengubah format. Sayangnya, mungkin karena kurang jelinya redaktur akibat banyaknya kiriman artikel dan tidak mungkin memeriksa satu persatu, karya maling tersebut akhirnya dimuat. Mereka semakin tergiur untuk kembali melakukan plagiasi manakala menerima honor dari koran. Ditambah lagi honor yang diberikan oleh universitas masing-masing.

Sebenarnya, Dikti telah menyadari budaya plagiasi di kampus dengan dikeluarkannya surat bernomor 3298/D/T/99. Pihak universitas diminta melakukan pengawasan ketat secara ilmiah terhadap proses pembelajaran dengan mengaktifkan berbagai komisi atau panitia penilai yang kompeten, punya integritas dan berdedikasi tinggi. Saat ini pun telah memiliki lembaga-lembaga penelitian untuk menjamin mutu penelitian. Namun, kasus-kasus di atas menunjukkan adanya ketidakberesan penerapan ataupun kerja.

Masih banyak kerusakan mental dosen yang juga sering ditiru oleh mahasiswa. Misalnya, sering kita jumpai dosen pria berkata genit bahkan jorok pada mahasiswinya. Banyak dosen yang merokok saat perkuliahan tanpa memperdulikan terganggunya mahasiswa. Lebih parah lagi, ada dosen yang berbuat mesum dengan mahasiswanya atau sesama dosen.

Akhirnya, ada beberapa hal yang mungkin dapat dilakukan untuk minimalisasi jika memang tidak bisa dihilangkan sama sekali. Sudah saatnya Dikti memberi tindakan tegas semisal pencekalan atau bahkan pemecatan dosen dan mahasiswa plagiat. Jika perlu, universitas asalnya yang dicekal. Pihak universitas sendiri perlu berbenah dan merubah budaya negatif ini baik dengan pembenahan dosen dari segala aspek maupun mahasiswanya. Media massa perlu lebih teliti terhadap artikel yang dikirim mahasiswa dan dosen. Semoga. Wallaahu’alam.

Biodata Penulis:
HUSAMAH
NIM: 04330058
KAMPUS: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Alamat: Jl. Notojoyo no 53, Tegalgondo Karangploso
Malang 65151
HP. 085736020418/ (0341) 464733

Tidak ada komentar: