6 Desember 2009

SOAL ACC EKOLOGI TUMBUHAN


PERSAINGAN INDIVIDU (nilai max 25)
JELASKAN DAN BERIKAN CONTOH, HAKIKAT PERSAINGAN INDIVIDU BAGI MAKHLUK HIDUP? APA PERLUNYA KITA MELAKUKAN PRAKTIKUM TERSEBUT?

SUSPENDED SOLID (nilai max 25)

BANYAK SEDIKITNYA MATERI YANG TERLARUT DALAM AIR (TERUTAMA YANG MEMILIKI EFEK PENCEMAR) AKAN MEMPENGARUHI KUALITAS PERAIRAN. JELASKAN BAGAIMANA LANGKAH PALING MUNGKIN (MURAH MERIAH) YANG DAPAT ANDA LAKUKAN UNTUK MENGATASI MASALAH PENCEMARAN AIR BERBASIS SUSPENDED SOLID!

ALLELOPATI (nilai max 25)
BAGAIMANA MEKANISME ATAU ADAPTASI TUMBUHAN TERHADAP ALLELOPATI YANG DIKELUARKAN OLEH TUMBUHAN LAIN DALAM SATU SPECIES YANG SAMA ATAU BERBEDA SPECIES?

PENCEMARAN AIR (nilai max 25)
JELASKAN PENDAPAT ANDA, APAKAH DETERJEN YANG SELAMA INI ANDA GUNAKAN MEMILIKI EFEK NEGATIF TERHADAP LINGKUNGAN! LANGKAH PERTAMA APA YANG PALING MUNGKIN ANDA LAKUKAN, UNTUK MENGATASINYA.

SELAMAT MENGERJAKAN. SUKSES SELALU.....
(PRIKITIEWWWWWWWWWWWWWWW)

nb: kemungkinan ujian akhir praktikum dilaksanakan pada minggu kedua desember 2009. siap2 ya. kalo ada perkembangan akan segera diumumkan. terima kasih

5 November 2009

LOMBA CIPTA ESAI

LOMBA CIPTA ESAI
TINGKAT MAHASISWA SE-INDONESIA
DISELENGGARAKAN OLEH LEMBAGA PERS MAHASISWA (LPM) OBSESI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PURWOKERTO


* TEMA

"Islam dan Terorisme"


* KETENTUAN

1. Melampirkan copy Kartu Mahasiswa yang masih berlaku;
2. Esai diketik dengan hurup time new roman size 12, batasan 5-10 halaman;
3. Teknik penulisan kutipan dengan menggunakan penyebutan sumber kutipan IN NOTE/CATATAN DALAMAN. Contoh: "Tidak ada karya sastra yang ditulis dalam situasi kekosongan budaya" (Teeuw, 1982:11).
4. Di akhir esai dilengkapi dengan DAFTAR PUSTAKA. Contoh: Teeuw, A. 1982. Tergantung pada Kata . Jakarta: Pustaka Jaya.
5. Esai yang diikutkan lomba adalah karya yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun;
6. Setiap peserta hanya boleh mengirimkan 1 judul saja dari karya terbaiknya;
7. Melampirkan biografi singkat maksimal 1 halaman;
8. Semua hal tersebut diemailkan ke obsesipress@gmail.com ;
9. Batas terakhir penerimaan naskah 15 Desember 2009.


* PENGUMUMAN NOMINATOR DAN PEMENANG ESAI
1 Januari 2010


* HADIAH
1. Bagi esai nominator dan esai pemenang akan dibukukan eksklusif oleh Penerbit OBSESI Press, 3 esai pemenang, dan 27 esai nominator;
2. Bagi Juara ke-1 mendapatkan uang Rp 1.000.000; Juara ke-2 Rp.750.000; Juara ke-3 Rp 500.000 ;
3. Baik nominator maupun pemenang diberi hak mendapatkan buku bunga rampai esai tersebut 2 eksemplar, dan masing-masing akan mendapatkan Piagam Penghargaan ;
4. Baik hadiah maupun buku esai tersebut hanya akan diberikan jika yang bersangkutan hadir pada acara "Peluncuran dan Diskusi Buku Esai Pemenang Lomba Nasional" pada Senin 8 Februari 2010 ;
5. Jika yang bersangkutan berhalangan hadir, maka disilahkan menghubungi Panitia (PU LPM OBSESI Edo Ahmad Baedowi 08529 3001 761/ Faqih Hamdani 085227 379 226), dan buku esai akan dikirim jika sudah mengirim ongkos pengganti biaya kirim.


* DEWAN JURI

1. Dr. Naqiyah Mukhtar (Pakar di Bidang Tafsir Hadis, dan Studi Gender) ;
2. Suwito NS., M.Ag. (Pakar di Bidang Ekologi-Sufisme);
3. Ridwan, M.Ag. (Pakar di Bidang Pemikiran Hukum Islam);
4. Abdul Wachid B.S., S.S., M.Hum. (Penulis Buku: GANDRUNG CINTA, Tafsir terhadap Puisi Sufi K.H. Ahmad Mustofa Bisri);
5. Heru Kurniawan, S.Pd., M.A. (Penulis Buku: MISTISISME CAHAYA).

LOMBA CIPTA PUISI RELIGIUS

LOMBA CIPTA PUISI RELIGIUS
TINGKAT MAHASISWA SE-INDONESIA


DISELENGGARAKAN OLEH DEWAN EKSKUTIF MAHASISWA (DEMA)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PURWOKERTO



* TEMA
"Puisi Religius"

* KETENTUAN UMUM
1. Melampirkan copy Kartu Mahasiswa yang masih berlaku;
2. Puisi diketik dengan hurup time new roman size 12, di antara baris spasi 1, di antara bait spasi direnggangkan ;
3. Puisi yang diikutkan lomba adalah karya yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun;
4. Setiap peserta hanya boleh mengirimkan 5 judul puisi dari karya terbaiknya;
5. Melampirkan biografi singkat maksimal 1 halaman;
6. Semua hal tersebut diemailkan ke obsesipress@gmail.com ;
7. Batas terakhir penerimaan naskah 14 Desember 2009.


* PENGUMUMAN NOMINATOR DAN PEMENANG PUISI
1 Januari 2010

* HADIAH

1. Bagi puisi nominator dan puisi pemenang akan dibukukan eksklusif oleh Penerbit OBSESI Press: 3 judul puisi pemenang, dan puisi-puisi nominator;
2. Bagi Juara ke-1 mendapatkan uang Rp 1.000.000; Juara ke-2 Rp.750.000; Juara ke-3 Rp 500.000 ;
3. Baik nominator maupun pemenang diberi hak mendapatkan buku bunga rampai puisi tersebut 2 eksemplar, dan masing-masing akan mendapatkan Piagam Penghargaan ;
4. Baik hadiah maupun buku puisi tersebut hanya akan diberikan jika yang bersangkutan hadir pada acara "Peluncuran dan Diskusi Buku Puisi Pemenang Lomba Nasional" pada Senin 8 Februari 2010 ;
5. Jika yang bersangkutan berhalangan hadir, maka disilahkan menghubungi Panitia (Presiden DEMA - Saudara HERI KURNIAWAN 085 227 4505 32), dan buku puisi akan dikirim jika sudah mengirim ongkos pengganti biaya kirim.

* DEWAN JURI

*** Evi Idawati (Novelis TERATAK, Cerpenis MAHAR, Penyair NAMAKU SUNYI, Aktris);
*** Abdul Wachid B.S., S.S., M.Hum. (Penulis Buku: GANDRUNG CINTA, Tafsir terhadap Puisi Sufi K.H. Ahmad Mustofa Bisri);
*** Heru Kurniawan, S.Pd., M.A. (Penulis Buku: MISTISISME CAHAYA);
*** Kuswaidi Syafi'ie, M.Ag. (Penyair TARIAN MABUK ALLAH, Cerpenis MEMANJAT BUKIT CAHAYA, Esais, Editor Ahli Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta).

LOMBA CIPTA CERPEN TINGKAT MAHASISWA SE-INDONESIA

LOMBA CIPTA CERPEN TINGKAT MAHASISWA SE-INDONESIA
DISELENGGARAKAN OLEH LEMBAGA PERS MAHASISWA (LPM) OBSESI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PURWOKERTO


* TEMA
Kisah cinta dengan latar belakang budaya santri


* KETENTUAN
1. Melampirkan copy Kartu Mahasiswa yang masih berlaku;
2. Cerpen diketik dengan hurup time new roman size 12, batasan 5-10 halaman;
3. Cerpen yang diikutkan lomba adalah karya yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun;
4. Setiap peserta hanya boleh mengirimkan 1 judul saja dari karya terbaiknya;
5. Melampirkan biografi singkat maksimal 1 halaman;
6. Semua hal tersebut diemailkan ke obsesipress@gmail.com ;
7. Batas terakhir penerimaan naskah 15 Desember 2009.


* PENGUMUMAN NOMINATOR DAN PEMENANG
1 Januari 2010


* HADIAH
1. Bagi cerpen nominator dan cerpen pemenang akan dibukukan eksklusif oleh Penerbit OBSESI Press, 3 cerpen pemenang, dan 27 cerpen nominator;
2. Bagi Juara ke-1 mendapatkan uang Rp 1.000.000; Juara ke-2 Rp.750.000; Juara ke-3 Rp 500.000 ;
3. Baik nominator maupun pemenang diberi hak mendapatkan buku bunga rampai cerpen tersebut 2 eksemplar, dan masing-masing akan mendapatkan Piagam Penghargaan ;
4. Baik hadiah maupun buku cerpen tersebut hanya akan diberikan jika yang bersangkutan hadir pada acara "Peluncuran dan Diskusi Buku Cerpen Pemenang Lomba Nasional" pada Senin 8 Februari 2010 ;
5. Jika yang bersangkutan berhalangan hadir, maka disilahkan menghubungi Panitia (PU LPM OBSESI Edo Ahmad Baedowi 08529 3001 761/ Faqih Hamdani 085227 379 226), dan buku cerpen akan dikirim jika sudah mengirim ongkos pengganti biaya kirim.


* DEWAN JURI
1. Joni Ariadinata (Redaktur Pelaksana majalah sastra HORISON, Cerpenis, Editor Ahli);
2. Abdul Wachid B.S. (Sastrawan, Kritikus Sastra, dan Dosen STAIN Purwokerto);
3. Heru Kurniawan, S.Pd., M.A. (Sastrawan, dan Dosen STAIN Purwokerto).

1 November 2009

SOAL ACC PENGLING PRAKTIUM 1, 2 & 3

KARENA SUATU SEBAB YG TIDAK MEMUNGKINKAN, MAKA SOAL ACC TERLAMBAT DI UPLOAD. NAMUN DEMIKIAN, SEBAGAI "BONUS" MAKA WAKTU MENJAWAB SOAL INI DIPERPANJANG SAMPAI HARI SELASA SIANG TGL 3 NOVEMBER 2009 PUKUL 12.00 WIB. TERIMA KASIH. SELAMAT MENGERJAKAN.

SOAL
1. Natalitas dan mortalitas merupakan penentu utama dalam pertumbuhan populasi, jelaskan pendapat anda mengapa demikian? (NILAI 5)
2. Fitoplankton adalah pondasi dari rantai makanan pada ekosistem aquatik. Mengapa demikian? (NILAI 5)
3. Jelaskan hubungan eutrofikasi dengan algal bloom! (NILAI 5)
4. Jelaskan hubungan antara siklus karbon dengan kehidupan manusia sebagai konsumen! (NILAI 10)


SUMBER FOTO:photobucket.com


NILAI ACC PENGLING

TO SEMUANYA: LAPORAN SUDAH SAYA KOREKSI...BISA DIAMBIL DILOKER..
UNTUK NILAI ACC VIA ONLINE NILAINYA ADALAH: 24,
KECUALI NIM: 07330019, 07330029, 07330006, DAN 07330027 NILAINYA ADALAH 23. DAN KECUALI YANG SAYA KIRIM LEWAT FB/E-MAIL MASING-MASING (KHUSUS YG MENJAWAB VIA FB/E-MAIL). NILAI INI DAPAT BERUBAH JIKA SUATU SAAT TERDAPAT KEKELIRUAN YANG FATAL/URGEN. SILAHKAN PRINT KOMENTAR INI SEBAGAI BUKTI.

MALANG, 13 NOVEMBER 2009
HUSAMAH (INSTRUKTUR PENGLING)

29 Oktober 2009

SOAL ACC EKOLOGI TUMBUHAN


Diketahui bahwa rumput teki (Cyperus rotundus)memiliki zat allelopati. Dapatkah rumput teki digunakan sebagai herbisida (pembasmi gulma) alternatif pengganti herbisida sintetik/buatan? Bagaimana cara penggunaan atau aplikasinya? Jelaskan pendapatmu, gunakan literatur terkait secara cermat!

GOOD LUCK..SUKSES BUAT ANDA

NILAI ACC ONLINE

TO SEMUANYA: LAPORAN SUDAH SAYA KOREKSI...BISA DIAMBIL DILOKER..
UNTUK NILAI ACC ONLINE NILAINYA ADALAH: 23, KECUALI YANG SAYA KIRIM VIA EMAIL/FB MASING-MASING. NILAI INI DAPAT BERUBAH JIKA SUATU SAAT TERDAPAT KEKELIRUAN YANG FATAL/URGEN. SILAHKAN PRINT KOMENTAR INI SEBAGAI BUKTI.

MALANG, 13 NOVEMBER 2009
HUSAMAH (INSTRUKTUR EKTUM)

25 Oktober 2009

Meruntuhkan Mitos Keangkeran Sertifikasi




OLeh: Husamah

(Alumni Biologi-FKIP-UMM)


Menyikapi sertifikasi, minimal guru akan terpecah menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah para guru yang memang setuju, telah siap, berpengalaman, kompeten dan tentu berprestasi. Kelompok kedua pasti para guru yang menganggap sertifikasi perlu untuk menaikkan taraf hidup dan profesionalitas, tetapi merasa kesulitan karena masih banyak kekurangan. Kelompok ketiga tentu para guru yang ingin hidup layak tanpa harus bersusah-payah mengikuti sertifikasi.

Memang sulit merubah pola pikir guru, terlebih kelompok ketiga ini. Ironisnya, jumlah kelompok ketiga itu lebih dominan. Sertifikasi bagaikan momok yang menakutkan. Mereka tidak pernah memperdulikan latar belakang diadakannya sertifikasi sebagai bentuk dedikasi untuk melahirkan guru-guru yang kompeten dan profesional.

Selama ini sistem telah membuat para guru begitu santai dan asal “ngajar”. Buktinya, Kebanyakan guru juga hanya sekedar masuk kelas, mengisi presensi, memberi tugas pada siswa dan sekedar menggugurkan kewajiban. Para sarjana non-kependidikan pun mudah saja beralih menjadi guru jika tidak memiliki pekerjaan. Hanya dengan menempuh Akta IV selama tiga bulan, mereka telah menjadi guru.

Tak dapat dipungkiri posisi guru sebagai ujung tombak alias pilar utama menuju kemajuan bangsa yang telah disepakati sepanjang sejarah semakin bias. Guru yang dikenal sebagai aktor dalam proses pemanusiaan dan kemanusiaan, hanya berfungsi sebagai pelengkap sekolah semata.

Potret buram dunia guru dan dunia pendidikan itu harus segera diakhiri. Perlu menjadi kesepakatan bersama bahwa sertifikasi tidak lain merupakan salah satu jawaban kongkrit dari pemerintah guna memenuhi desakan untuk meningkatan mutu pendidikan. Meningkatnya mutu pendidikan kemudian harus dibarengi peningkatan kesejahteraan bagi guru yang selama ini dirasa teramat rendah. Hal itu pula didasarkan atas asumsi bahwa persoalan peningkatan mutu pendidikan tentu bertolak pada mutu guru. Tanpa adanya peningkatan dari mutu guru itu sendiri jelas kualitas pendidikan di tanah air saat ini tidak akan banyak berubah.

Langkah paling bijak yang mendesak dilakukan adalah mengubur mitos keangkeran sertifikasi. Saatnya guru dituntut memiliki keterampilan yang memadai. Tidak hanya asal mengajar di kelas kemudian pulang. Mereka dituntut untuk berkreasi, berinovasi, mengembangkan ilmunya, dan mencontohkan kesuksesan (prestasi) dan kerja keras pada muridnya.

Pola pikir instan dan asal-asalan saatnya dibuang jauh-jauh. Budaya ilmiah dan kreatif segera dibangun, misalnya dengan giat menulis. Menulis di media massa dan lomba-lomba tentu lebih mulia dari nyambi ngojek untuk mengepulkan asap dapur. Jika budaya menulis itu dipupuk, justru akan menjadi modal guru menuju sertifikasi, selain juga mendatangkan rezeki bagi dirinya (honor dan hadiah menulis).

Sebenarnya telah banyak buku beredar yang berupaya memberikan inspirasi dan motivasi bagaimana mengoptimalkan potensi yang dimiliki guru, dan bagaimana mengelola waktu luang untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Bahkan jika “ajaran” ini diamalkan mungkin penghasilan guru bisa lebih besar dari gaji pokok sebagai guru di sekolah dengan tidak mengurangi dedikasi dan profesionalisme sebagai guru.

Buku “Siapa Bilang Jadi Guru Hidupnya Susah?” karangan Hasyim Ashari (April, 2007) misalnya. Sangat banyak ilmu yang dapat dipergunakan guru. Seperti bagaimana menulis buku, menulis di media massa dan menulis untuk lomba-lomba kepenulisan.

Menulis bukanlah bakat istimewa tetapi lebih kepada tekad yang kuat. Intinya, sediakan waktu untuk menulis dan jangan takut menulis. Pada buku ini dijelaskan pula tips bagi yang baru memulai karier sebagai penulis dan tips mengirimkan naskah ke penerbit beserta contoh-contohnya, alamat-alamat email media massa dan penerbit.

Buku yang terkait dengan karya ilmiah dan penelitian tindakan kelas juga semakin banyak. Ini dapat dijadikan rujukan mengikuti lomba-lomba kategori guru. Menurut pengalaman penulis, biasanya lomba ini minim peserta sementara hadiahnya cukup menggiurkan, sementara sertifikat pemenang dapat digunakan untuk sertifikasi.

Akhirnya, sudah saatnya sertifikasi dianggap sebagai anugerah dan tidak perlu ditakuti. Momen itu hanyalah sebuah keniscayaan menuju pengakuan dan penghargaan terhadap profesi guru. Toh, guru-guru yang telah lulus sertifikasi terdahulu telah menikmatinya. Dan berangkatlah menjadi guru bermutu dengan melakukan beberapa kegiatan di atas. Jayalah guru Indonesia.

sumber foto: http://ima.dada.net/image/14910458.jpg

Dahsyatnya Bakso Jamur Shiitake




Oleh: Husamah

(Staf Pengajar di Biologi-FKIP-Univ. Muhammadiyah Malang)



Kota Batu selama ini dikenal sebagai kota apel dan kota bunga. Selain itu kota ini juga memiliki berbagai objek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Kondisi pariwisata ini semakin menarik minat karena didukung oleh suhu udara di Batu sangat dingin, karena ia berada di daerah puncak. Namun, saat ini ada hal baru dan berbeda yang menjadi daya tarik kota Batu. Ada apa?

Jika anda suatu ketika pergi ke Batu baik untuk wisata, kunjungan dinas, ataupun acara lain, maka sempatkanlah untuk lewat dan mampir di Jalan Bukit Berbunga. Di sebelah kanan jalan (jika anda datang dari arah alun-alun batu menuju Selekta) atau kiri jalan (jika anda dari arah Mojokerto, Cangar, atau Selekta), dekat dengan Pusat Informasi Wisata Batu, akan anda temui Warung Bakso Zamrud. Bakso ini khas dan bahkan jarang ditemukan ditempat lain.

Bakso biasanya terbuat dari daging. Namun, berbeda dengan bakso buatan Dra. Siti Zaenab, M.Kes, dosen ilmu pangan dan gizi, Jurusan Biologi Universitas Muhammadiyah Malang. Guna meningkatkan kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi jamur obat, sekaligus tetap membudayakan melestarikan kuliner bakso yang sehat, maka Zaenab menyajikan bakso berbahan jamur obat Shiitake di Warung Zamrud.

Jamur Shiitake (Lentinula edodes) atau jamur Hioko dan sering ditulis sebagai jamur shitake adalah jamur pangan asal Asia Timur yang terkenal di seluruh dunia dengan nama aslinya dalam bahasa Jepang. Shiitake secara harafiah berarti jamur dari pohon Shii (Castanopsis cuspidata) karena batang pohonnya yang sudah lapuk merupakan tempat tumbuh jamur shiitake.

Shiitake juga dikenal dengan nama Jamur hitam China , karena aslinya memang berasal dari daratan Tiongkok dan sudah dibudidayakan sejak 1.000 tahun yang lalu. Sejarah tertulis pertama tentang budidaya shiitake ditulis Wu Sang Kuang di zaman Dinasti Song (960-1127), walaupun jamur ini sudah dimakan orang di daratan Tiongkok sejak tahun 199 Masehi. Di zaman Dinasti Ming (1368-1644), dokter bernama Wu Juei menulis bahwa jamur shiitake bukan hanya bisa digunakan sebagai makanan tapi juga sebagai obat untuk penyakit saluran nafas, melancarkan sirkulasi darah, meredakan gangguan hati, memulihkan kelelahan dan meningkatkan energi chi. Shiitake juga dipercaya dapat mencegah penuaan dini.

Di Hongkong dan Singapura, jamur jenis ini dikenal sebagai chinese black mushroom. Di Indonesia dikenal dengan nama jamur kayu cokelat atau secara umum disebut jamur Shiitake saja. Bangsa Cina percaya bahwa jamur hioko (nama jamur shiitake dalam bahasa Cina) dapat menghilangkan rasa lapar, menghangatkan tubuh saat cuaca dingin serta dapat memperlancar sirkulasi darah di dalam tubuh.



Khusus Jamur Shitake, juga dikenal sebagai bahan pangan yang mempunyai potensi sebagai obat. Untuk mengetahui khasiatnya, di Jepang telah banyak dilakukan penelitian yang intensif mengenai jamur shiitake. Diantaranya, penelitian yang diadakan pada tahun 1970 menemukan bahwa asam amino yang terkandung di dalam jamur shiitake dapat membantu memproses kolesterol di dalam hati. Jamur ini mengandung asam amino yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, yaitu; thiamin, riboflavin, niacin, serta beberapa jenis serat dan enzim. Jamur Shiitake juga mengandung ergosterol, yang akan diolah tubuh menjadi vitamin D setelah kulit terkena sinar matahari. Kandungan asam amino jamur shiitake membuatnya berfungsi meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan mengatasi gangguan pencernaan, hati, meredakan serangan pilek, dan melancarkan peredaran darah.

Jamur ini dilaporkan mempunyai potensi sebagai antitumor dan antivirus karena mengandung senyawa polisakaridayang dikenal dengan sebutan lentinan. Shitake juga dilaporkan dapat menurunkan kadar kolesterol darah dengan aktivitas eritadenin yang dimilikinya. Kandungan asam glutamat pada shitake cukup tinggi. Asam amino tersebut berhubungan dengan cita rasa yang ditimbulkan sebagai penyedap makanan. Selain mempunyai kandungan asam glutamat yang tinggi. Shitake juga mengandung 5 ribu nukleotida dalam jumlah besar 156,5 mg/100 gram.

Akhirnya, bagi anda penggemar bakso sejati, tetapi takut kadar kolesterol meningkat, maka tepat sekali jika mencoba kuliner satu ini. Juga bagi anda yang vegetarian, bakso jamur Shiitake akan menjadi solusi tepat bagi anda. Anda tertarik? Coba saja.

sumber foto: www.greenlivingnow.com/images/Shiitake-Kit-2.jpg

24 Oktober 2009

MENGHINDARI KECURANGAN (BERLAKU UNTUK EKTUM DAN PENGLING)

MENINDAKLANJUTI COMPLAIN DARI MAHASISWA ATAS SISTEM ACC VIA BLOG, TERUTAMA KARENA BANYAKNYA MAHASISWA YANG COPY PASTE & PLAGIASI/DUPLIKASI MAKA MULAI ACC MINGGU DEPAN ADA BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN:
1. JAWABAN HARUS DISERTAI DAFTAR PUSTAKA: MISALNYA: (Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. JAWABAN DIAMBIL DAN DIANALSIS DARI http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/Biologi%201.htm)
2. Jika diambil dari pustaka non digital maka tulis sesuai penulisan daftar pustaka:
Teripang telah lama menjadi komoditas perdagangan internasional atau biasa dikenal dengan istilah “beche-de-mer” (Samad, 2000). Samad, M.Y. 2000. Perbaikan Kualitas Produk Industri Kecil Teripang. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, No.3 Vol.2 Juni 2000 Hal. 52-55
3. Penggunaan pustaka yang sama maksimal hanya diperbolehkan untuk dua orang pengirim jawaban pertama, jadi jawaban-jawaban sama dengan sumber yang sama untuk pengirim ketiga dan selanjutnya tidak akan dinilai dan akan dianggap sebagai copy paste dan plagiasi. dalam hal ini, kita menggunakan istilah siapa cepat dia dapat.
4. untuk menghindari hal yang nomor 3, maka periksa dulu jawaban temannya. jangan sampai jawaban dan sumber pustaka anda sama persis.

terima kasih..mohon maaf. kami tunggu respon anda.
HUSAMAH,

22 Oktober 2009

SOAL ASISTENSI EKOLOGI TUMBUHAN

Syarat dan ketentuan menjawab:
1. Pastikan informasi tentang anda lengkap: nama, NIM, dan kelas
2. Pastikan anda telah mengumpulkan laporan tepat waktu (letakkan diloker asisten)
3. Pastikan anda menjawab tepat waktu (sesuai deadline)
4. Waktu menjawab soal ini hanya hari Sabtu (maksimal pukul 24.00 WIB Malam). Sistem internet akan menunjukkan waktu anda menjawab, jadi segala bentuk kebohongan akan diketahui
5. Pastikan jawaban anda bukan hasil mengcopy paste dari teman
6. jawablah pertanyaan secara singkat dan jelas
7. untuk pertanggungjawaban, mahasiswa wajib melampirkan Pustaka yang menjadi acuan jawaban (silahkan tulis daftar pustaka, dan alamat website jika diambil dari internet)



SOAL ASISTENSI VIA BLOG:
1. APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN EVAPOTRANSPIRASI (NILAI; 20)
2. JELASKAN PERBEDAAN EVAPORASI, TRANSPIRASI, DAN EVAPOTRANSPIRASI (NILAI 20)
3. APAKAH YANG ANDA KETAHUI TENTANG PETA VEGETASI (NILAI 25)
4. SEBUTKAN ALAT YANG DIGUNAKAN PADA PRAKTIKUM PETA VEGETASI(SEBUTKAN SPESIFIKASI SINGKAT TENTANG ALAT, CARA PENGGUNAAN DAN FUNGSINYA) (NILAI 25)

image source:http://www.srh.noaa.gov/

UNTUK NILAI ACC VIA ONLINE NILAINYA ADALAH: 23,
NILAI INI DAPAT BERUBAH JIKA SUATU SAAT TERDAPAT KEKELIRUAN YANG FATAL/URGEN. SILAHKAN PRINT KOMENTAR INI SEBAGAI BUKTI.

MALANG, 13 NOVEMBER 2009
HUSAMAH (INSTRUKTUR)

Ketika Langit berwarna Merah Mawar - Tafsir Surat Ar Rahman (55) ayat 37





Ketika Langit berwarna Merah Mawar - Tafsir Surat Ar Rahman (55) ayat 37
Sepertinya kita mesti hati-hati untuk menafsirkan kebenaran ayat al Quran dengan penemuan/data ilmiah. Takut salah...

Ini gambar yang dijadikan rujukan sebagai tafsir dari salah satu ayat dari surat Ar-Rahman:
Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak.
Dikatakan bahwa gambar ini, yang merupakan hasil tangkapan dari Teleskop ruang angkasa Hubble, menunjukkan bahwa jika nanti bintang meledak, maka hasilnya adalah warna merah seperti mawar. Bahkan dalam beberapa email yang beredar, dinyatakan bahwa seharusnya gambar ini, - sebuah nebula -, seharusnya dinamai 'Oily Red Rose Nebula' (Nebula Mawar Merah yang Berkilap), agar sesuai dengan arti ayat di atas.

Dalam ayat itu disebutkan langit yang terbelah. Apakah ini gambar langit? Sumber dari NASA/Hubble menyatakan bahwa itu adalah hasil ledakan sebuah bintang. Dari bumi, ia hanyalah bagian amat kecil dari langit. Bahkan hampir tak terlihat oleh mata kepala.


Ini gambar yang sama dengan skema warna yang lain. Warna ini lebih mendekati warna kalau dilihat dengan mata atau warna aslinya (referensi 1, 2). Astronomer memberi nama benda angkasa ini Cat's Eye Nebula (Nebula Mata Kucing), karena memang warnanya yang hijau dan bentuknya yang bulat seperti mata kucing.

Dalam situs web Teleskop Hubble sendiri dikatakan bahwa, warna yang tertampil dalam berbagai foto obyek angkasa dari Hubble tidak selamanya menunjukkan warna asli jika dilihat dengan mata. Hubble menggunakan warna untuk berbagai tujuan: menampakkan detail, memperlihatkan struktur tertentu yang tidak bisa dilihat mata, dsb.

"The colors in Hubble images, which are assigned for various reasons, aren't always what we'd see if we were able to visit the imaged objects in a spacecraft. We often use color as a tool, whether it is to enhance an object's detail or to visualize what ordinarily could never be seen by the human eye." (Referensi)
Nah, jadi gimana nih? Merah atau Hijau, warnanya???


Astronomer biasanya "mewarnai" hasil "tangkapan" mereka dengan warna-warna yang bermakna khusus untuk menganalisa komposisi atau struktur dari benda angkasa. Misalnya, pada gambar ini, biru adalah warna untuk pendaran atom Oksigen.

Jadi, jelaslah bahwa warna sebenarnya dari gambar nebula yang dijadikan sebagai bukti dari ayat 37 surat Ar-Rahman tersebut tidaklah merah mawar.

Banyak sekali nebula-nebula seperti ini yang telah ditemukan dan dipelajari oleh para ahli perbintangan. Warna mereka pun sangat beragam. Semuanya menunjukkan kejadian masa lalu, karena apa yang tertangkap oleh teleskop adalah cahaya yang telah mengarungi angkasa ribuan tahun cahaya lamanya. Banyak di antara mereka yang menunjukkan nasib berbagai bintang ketika menemui ajalnya. Namun tak sedikit pula nebula yang merupakan tempat lahirnya bintang-bintang baru.

Cukuplah, menurut saya, gambar ini membuktikan kebesaran Allah, dalam artian bahwa bintang-bintang nantinya akan dihancurkan. Matahari kita juga akan menemui ajalnya kelak. Mungkin dengan ledakan hebat seperti Nebula di atas. Ledakannya, boleh jadi akan melumat bumi dan isinya. Ketika itulah, mungkin, apa yang digambarkan Allah tentang terbelahnya langit terjadi. Dan hal tersebut merupakan perkara kecil dan mudah bagi Allah.

sumber:
http://www.al-habib.info/review/nebula-mawar-merah-surat-ar-rahman.htm

11 Oktober 2009

Perang Melawan Nafsu Korupsi

Oleh: Husamah S.Pd.

(Staf Pengajar Biologi UMM)



Selamat datang di medan perang! Itulah kalimat yang pantas kita kumandangkan saat ini. Tentunya bukan lagi perang melawan penjajah Belanda melainkan perang melawan korupsi.

Telah menjadi fakta yang menyakitkan bahwa pasca reformasi, Indonesia tidak pernah sepi dari pemberitaan kasus korupsi. Tindakan korupsi seperti berkejaran, berkompetisi dari satu kasus ke kasus lainnya. Jumlah kasus-kasus korupsi yang diungkap sudah melampaui kewajaran. Korupsi tidak hanya dil level atas tetapi merambah ke level bawah (grass root). Triliunan uang negara lenyap tanpa bekas.

Saat ini Indonesia telah memasuki suatu keadaan dimana korupsi sebagai bentuk penyimpangan moral dan telah melewati batas-batas kenormalan. Ironis karena Indonesia mendeklarasikan diri sebagai bangsa beradab, berbasis pada agama-agama yang senantiasa mengajarkan nilai-nilai luhur seperti kejujuran.

Tak dapat dipungkiri, rakyatlah yang menjadi korban. Jutaan rakyat berkubang dalam kemiskinan dan kemelaratan karena dana yang sejatinya digunakan untuk kesejahteraan mereka ”dimakan” oleh para pejabat. Korupsi juga telah menjadi salah satu penghambat perkembangan ekonomi.

Menurut Andrew MacIntyre (2004: 42-43) para investor, terutama investor swasta, membutuhkan lembaga hukum yang independen dan efektif untuk membendung laju korupsi dan melindungi hak-hak kekayaan mereka. Jika kontrak-kontrak tidak bisa ditegakkan dengan cara yang konsisten dan jika pemerintah tidak bisa dihindarkan dari tindakan korup dan semena-mena, maka akan beresiko bagi investor. Lingkungan korup yang rakus lalu dimaknai oleh MacIntyre sebagai perilaku yang tidak ramah bagi investasi dan perkembangan ekonomi.

Sudah saatnya kita menggemakan kembali perang melawan korupsi. Dimulai dengan perang melawan nafsu dalam diri yang selalu membujuk untuk berbuat jahat, curang dan mengambil hak rakyat (korup).

Upaya pemberantasan korupsi sangat tergantung pada sikap, mental dan kebenaran pola pikir kita. Perang melawan korupsi merupakan perluasan dari usaha melawan nafsu diri sendiri. Paling tidak konsepsi ini berangkat dari asumsi bahwa jika semua orang memulai dari dirinya untuk komitmen pada nilai-nilai kejujuran dan kesederhanaan, maka kejujuran itu akan menjelma menjadi kejujuran publik. Kejujuran menjadi suatu norma yang tertanam kuat dalam masyarakat, sehingga korupsi bukan hanya dinilai salah secara hukum, melainkan juga norma agama dan sosial. Setidaknya itulah yang dikatakan oleh Hilaly Basya (2007).

Mampukah kita melawan hawa nafsu? Pertanyaan tersebut mungkin sulit untuk kita jawab. Toh kita sebagai manusia selalu di goda oleh nafsu. Nafsu memang musuh yang terberat bagi kita, karena kita berperang dengan diri kita sendiri. Bukan dengan orang lain. Seringkali kita kalah dengan nafsu kita sendiri, sehingga kita selalu berbuat apa yang dikehendaki nafsu tersebut, seperti banyak contoh disekitar kita.

Namun, menurut hmeat penulis, asal ada niat, apapun dapat dilakukan. Marilah kita selalu menjaga nafsu agar selalu terkendali, agar bisa bermanfaat bagi kita sendiri dan tentu tidak menyakiti orang lain.

Tanamkanlah dalam hati akan makna dan guna kita hidup. Apakah setelah mati kita akan hidup di dunia yang baru lagi? Mari bersama-sama memaknai arti kehidupan ini.

Akhirnya, mari bersama berjuang membumihanguskan korupsi yang telah lama memorakporandakan pilar kehidupan bangsa, hingga kita menjadi bangsa yang terpuruk ke lembah kehinaan paling sempurna. Wallahualam bisshowab.

sumber foto: http://okaaditya.wordpress.com/2008/12/10/anto-korupsi-nge-pop-mau-kemana/

Me-refresh Pemahaman Bijak Agama tentang HIV/AIDS

(Tinjauan Islam menuju Anti Stigma dan Diskriminasi)

Oleh: Husamah, S.Pd
(Staf Pengajar Biologi Unmuh Malang)



Prolog
Secara global, HIV/AIDS telah menjadi ancaman biologis terbesar di dunia terkecuali di Indonesia. Satu per satu manusia mati, jumlahnya tidak berkurang namun terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut UNAIDS pada akhir 2005 terdapat 40,3 juta orang dengan HIV/AIDS di seluruh dunia. Sebanyak 17,5 juta (43%) diantaranya perempuan dan 2,3 juta (13%) anak-anak berusia kurang dari 15 tahun.

Sejak tahun 2000 Indonesia termasuk negara dengan tingkat epidemi terkonsentrasi, yakni terdapat wilayah yang merupakan kantong-kantong dengan prevalansi HIV lebih dari 5%. Wilayah tersebut yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua, Riau, dan Bali (Dinayayati, 2006). UNAIDS/NAC dalam A Review of Vulnerable Populations to HIV and AIDS in Indonesia (2006) menyatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang hidup dengan virus HIV diperkirakan antara 172.000 dan 219.000, sebagian besar (73%) adalah laki-laki. Jumlah itu merupakan 0,1% dari jumlah penduduk. Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPA), sejak 1987 dimana HIV/AIDS ditemukan pertama kali di Indonesia, sampai Juni 2008, tercatat 12.686 kasus AIDS dan 2.479 di antaranya telah meninggal.

Cepatnya penyebaran HIV/AIDS di Indonesia karena kurangnya pendidikan seks, ketimpangan jender, dan maraknya kasus narkotika serta obat-obat terlarang (KR, 3/05/2004). Sementara Sabrawi menengarai beberapa kondisi yang mempermudah penyebaran HIV/AIDS di Indonesia antara lain meluasnya industri seks komersial, prevelensi penyakit kelamin tinggi, proses urbanisasi berlangsung cepat dan migran penduduk yang tinggi. Selain itu dipermudah pula oleh hubungan seksual premarital dan ekstramarital, sarana kesehatan tidak selalu melakukan prosedur steril dengan jarum dan peralatan lain serta tes darah transfusi yang belum memenuhi persyaratan di beberapa daerah (Sabrawi, 1999). Selain itu yang perlu menjadi perhatian bersama bahwa berbagai upaya pencegahan atau perang terhadap HIV/AIDS menjadi tidak efektif karena adanya stigma dan diskriminasi masyarakat yang merupakan hambatan terbesar.
Islam dan HIV/AIDS

Islam adalah agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia bahkan jumlahnya terbesar di dunia. Hal ini berarti bahwa posisi Islam sangat potensial bahkan harus terlibat dalam berbagai upaya menyangkut HIV/AIDS. Farid Essack dalam HIV/AIDS and Islam: Reflections based on Compassion, Responsibility, and Justice (2004) menyoroti sikap dan pandangan kaum Muslim pada ODHA. Menurut Essack, ada lima pandangan umum kaum Muslim. Pertama, menyangkal terjadinya kasus HIV/AIDS pada kaum muslim. Mereka ini berpegang pada Islam ideal. Mustahil seorang muslim mempraktekkan hubungan seksual di luar nikah atau menyuntikkan obat-obat terlarang ke tubuhnya, dua jalur utama penularan HIV/AIDS.

Kedua, mendiamkan. Sebagaimana umumnya masyarakat tradisional, kaum Muslim sungkan dan tabu membicarakan secara terbuka sesuatu yang terkait dengan seksualitas, termasuk HIV/AIDS.

Ketiga, bingung. Sebagian kaum Muslim bertanya, benarkah penyakit HIV/AIDS merupakan sebentuk hukuman dari Allah? Itukah harga yang harus dibayar akibat dosa-dosa yang diperbuat? Lantas, mengapa di negara-negara maju yang kemaksiatannya merajalela justru terjadi penurunan jumlah ODHA?

Keempat, menyingkirkan. Pergi jauh-jauh dari kami! Pandangan ini erat kaitannya dengan stigma bahwa ODHA adalah pelaku promiskuitas seksual.

Kelima, memberi simpati. Kaum muslim yang memilih sikap ini berpandangan bahwa infeksi HIV bukanlah akhir segalanya. Orang yang terinfeksi tetap bisa menjalani hidup. ODHA pun masih berkesempatan menjadi seorang Muslim yang baik, sama seperti Muslim lainnya. Sayangnya, kaum Muslim yang berada pada posisi kelima ini jumlahnya sangat sedikit bahkan langka.

Pertanyaan yang perlu kita lontarkan adalah bagaimanakah sikap masyarakat Muslim di Indonesia? Rupanya kutukan sebagai penyakit kaum pendosa itu secara kompak diamini oleh pemuka agama Islam. Seakan menutup mata, banyak di antara pemuka agama Islam-tentunya diikuti oleh para pemeluknya-yang tetap bersikukuh menolak cara-cara pencegahan, yang disebut bertentangan dengan ajaran agama Islam. Ironisnya, pada banyak kesempatan dan dalam taraf tertentu sikap pemuka agama yang diikuti pengikutnya menambah penderitaan ODHA dan keluarganya.

Ketidaktahuan pemeluk agama menimbulkan kegelapan hati dan jauh dari tindakan bijak, yang terutama tampak dalam aksi pengucilan terhadap para ODHA. Masyarakat yang terlibat aksi pengucilan terhadap ODHA kemungkinan karena kekhawatiran akan tertular penyakit ini menyentuh atau bertatapan saja dapat menyebabkan terinfeksi virus ini. Selain itu sebagai kelanjutan dari anggapan bahwa ODHA adalah orang yang sedang menanggung akibat dari tindakan yang melanggar susila maka orang yang menemani ODHA pun dianggap sebagai bagian dari 'orang yang amoral' atau orang yang setuju dengan tindakan-tindakan amoral. Ternyata prasangka melahirkan prasangka juga. Tanpa disadari akhirnya muncul anggapan pemikiran bahwa masalah HIV/AIDS adalah masalah moral. Masalah menjadi berlarut-larut karena tokoh masyarakat (dan khususnya tokoh-tokoh agama) membiarkan diri dalam ketidakpahaman terhadap HIV/AIDS.

Akibat aksi “penghukuman” masyarakat ini, jarang orang yang beresiko tertular virus ini dengan sukarela memeriksakan darah atas kesadaran sendiri, akibatnya para ODHA tidak dapat berperan aktif dalam menghambat penularannya kepada orang lain. Ketika masyarakat mulai menyaksikan dalam berbagai laporan media tentang anak-anak dan para istri yang setia-budiman menjadi ODHA, hal ini tidak dengan sendirinya menimbulkan dorongan pada masyarakat untuk mengoreksi sikap-sikap mereka.

Langkah ke Depan: Me-refresh Pemahaman
Lingkup persoalan HIV/ AIDS bukanlah semata-mata persoalan medis sehingga lembaga-lembaga keagamaan tidak mempunyai kompetensi untuk melakukan tindakan apapun terhadap masalah ini. Pada masalah ini terdapat dimensi sosial yang penting diperhatikan sebagai upaya menghambat laju penyebaran dan pendampingan ODHA. Mutlak dibutuhkan keterlibatan semua pihak termasuk Islam untuk bersama-sama menghadapi masalah terkait dengan kualitas hidup manusia dan komunitasnya.

UNICEF pada 2004 telah menerbitkan buku berjudul Apa yang Dapat Diperbuat Para Pemuka Agama Terhadap Masalah HIV/AIDS? UNICEF menyatakan HIV/AIDS merupakan krisis spiritual, sosial, ekonomi dan politik yang sangat besar dan semakin menjadi permasalahan bagi kaum muda. Penanganan HIV/AIDS dan stigma yang mendorong penyebarannya merupakan salah satu tantangan terbesar dihadapi dewasa ini. Hal ini membutuhkan keberanian, komitmen dan kepemimpinan di semua tingkatan, khususnya di kalangan para pemuka agama yang dapat menggunakan kepercayaan dan wibawanya dalam komunitas mereka untuk merubah arah pandemik.

Dalam merespon tantangan ini, para pemuka agama Islam harus menyegarkan kembali (refresh) cara pandang dan pemahaman mereka dalam menghadapi krisis HIV/AIDS, agar mampu menjadi suatu kekuatan perubahan dalam upaya menyembuhkan, memberi harapan, dan mendampingi ODHA. Bukankah Islam sebagai agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW diperuntukkan bagi seluruh umat manusia dan semesta alam (rahmatan lil `alamin)? Bukankah Islam memiliki seperangkat tata nilai yang menjadi pedoman hidup bagi umatnya untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dunia-akhirat?

Menurut Anshor (2004) salah satu tata nilai yang dimiliki Islam adalah mengenai etika dan moral (akhlak) yang mengajarkan bagaimana bersikap dan berperilaku terhadap sesama makhluk Tuhan, termasuk di dalamnya memperlakukan orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA). Mereka tidak boleh didiskriminasi dalam hal apapun karena sama-sama memiliki derajat sebagai manusia yang dimuliakan Tuhan. Dalam Al-Qur'an surat Al Isra ayat 70 disebutkan "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan".

Pandangan pemuka agama Islam yang meyakini bahwa fenomena HIV/AIDS adalah penyakit kutukan Tuhan atau identik dengan kaum Luth yang menyukai homoseksual (QS. Al-A'raf: 80-84 dan QS An Naml: 56) harus diluruskan dengan informasi yang benar mengenai HIV/AIDS supaya tidak dianggap sebagai norma masyarakat. Jika tidak, maka akan berbahaya karena terjebak pada lingkaran normatif yang tidak menguntungkan ODHA.
Pandangan kontroversial mengenai kondom yang dikhawatirkan disalahgunakan oleh pasangan di luar nikah, dianggap melegalisisir perzinahan dan sebagainya harus diakhiri. Pandangan tersebut justru tidak menyelesaikan persoalan karena membiarkan orang yang terinfeksi HIV berhubungan seks tanpa kondom berarti membiarkan penularan HIV. Jika hubungan seksual dilakukan dengan berganti-ganti pasangan, semakin banyak pasangan semakin banyak yang tertular dan lebih berbahaya (madlarat) dibandingkan menggunakan kondom.

Pandangan tersebut hendaknya diubah dengan pendekatan solutif menggunakan kaidah fiqhiyyah yaitu "memilih bahaya yang lebih ringan di antara dua bahaya untuk mencegah yang lebih membahayakan". Dalam hal ini mensosialisasikan pemakaian kondom sebagai salah satu cara pencegahan HIV/AIDS jauh lebih ringan bahayanya dibandingkan dengan melarang kondom disosialisasikan. Meskipun tidak menutup kemungkinan bisa saja disalahgunakan, tetapi tidak bisa digeneralisir dengan suatu kemungkinan yang belum terjadi. Sedangkan hubungan seks tanpa kondom dengan orang yang sudah terinfeksi pasti terjadi penularan.

Selain itu, dalam penanggulangan HIV/ AIDS perlu pendekatan yang holistik, yaitu selain strategi umum harus ada strategi khusus dengan pendekatan yang berbasis pada kondisi-kondisi spesifik yang melekat pada penderita HIV/ AIDS dan problem-problem sosial yang mereka hadapi seperti kemiskinan, kesehatan lingkungan dan sebagainya. Bahkan faktor kemiskinan harus dilihat sebagai bagian di dalam penanggulangan HIV/ AIDS karena termasuk yang rentan tertular HIV/AIDS.

Epilog
Saat ini Indonesia “mungkin” masih beruntung karena HIV/AIDS belum mencapai kondisi seperti yang terjadi di Afrika dan beberapa negara Asia Tenggara. Namun, epidemi HIV/AIDS di Indonesia diperkirakan masih akan berlangsung terus dan memberikan dampak yang tidak mudah diatasi. Menurut estimasi nasional, orang yang tertular HIV akan menjadi jutaan orang dalam 10 tahun ke depan kalau kita tidak melakukan upaya penanggulangan yang serius serta didukung oleh semua pihak. Kondisi ini berbahaya terutama karena penyakit ini dapat membawa dampak yang menghancurkan, bukan hanya terhadap kesehatan masyarakat namun juga terhadap negara secara keseluruhan.

Jika keadaan di atas masih belum juga dianggap sebagai suatu persoalan bersama semua pihak termasuk pemeluk agama Islam maka dapat diperkirakan apa yang akan terjadi di masa-masa mendatang. Oleh karena itu patutlah disadari dan aktualkan kembali pentingnya peran agama untuk mengatasi masalah HIV/AIDS. Tentunya semua kembali kepada itikad baik dan komitmen para pemuka agama tersebut untuk melaksanakannya. Semoga saja.

sumber foto: maziman.files.wordpress.com/.../peduli-aids.jpg

Jebakan Egoisme Kekuasaan dalam Labirin Agama

Oleh: Husamah S.Pd*)

Staf Pengajar di Pendidikan Biologi-FKIP-Unmuh Malang




Flashback

Visi NKRI seperti ditegaskan UUD 1945 adalah menjaga kesatuan wilayah tumpah darah, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan sosial, dan ikut menciptakan perdamaian dunia yang abadi meskipun dalam bingkai kebhinnekaan. Suparlan (2002) mengingatkan pula bahwa cita-cita reformasi yang selama ini meminta ongkos mahal adalah membangun kembali tatanan kehidupan masyarakat yang telah diruntuhkan oleh Orde Baru. Bangunan masyarakat Indonesia yang dicita-citakan tersebut adalah Indonesia Baru.

Namun lambat laun, visi dan cita itu semakin tergerus dan hilang. Kemaruk kekuasaan telah menguasai mental para pemimpin dan politisi sehingga memecah-belah persatuan bangsa. Hal ini mereka lakukan dengan cara memanipulasi kesenjangan sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya, dan bahkan memasuki labirin agama untuk melanggengkan kekuasaan.

Inilah fakta Indonesia. Menurut Asy’arie (2003) kecenderungan egoisme politik yang semula bersifat individual seperti gelombang air bah yang sulit dibendung terus bergerak meluas pada kelompok-kelompok masyarakat. Akibatnya, aktivitas politik mengesahkan cara-cara kontra etika, seperti ancaman dan teror, fitnah, bahkan pembunuhan politik, seakan segala cara dihalalkan untuk meraih kekuasaan. Agama yang semula diharapkan dapat menegakkan etika politik dan menyadarkan pemeluknya untuk menjauhi egoisme kekuasaan ternyata terseret dan terjebak. Agama dijebak dan dibajak untuk menjadi bagian realitas politik kekuasaan itu sendiri. Dalil-dalil dan identitas agama dijadikan alat untuk mensyahkan bisnis kekuasaan yang berujung pada tindak korupsi, kenyamanan dan eksistensi kelompok atau golongan.

Seiring dengan timbulnya krisis multidimensional tersebut, mencuat berbagai kritik dan sorotan menyangkut agama dalam hubungannya dengan kekuasaan. Berbicara tentang agama di Indonesia adalah berbicara tentang Islam di Indonesia. Hal tersebut berdasarkan alasan statistik, demografis, dan sosiologis, dimana umat Islam adalah mayoritas di Indonesia. Karena itu dapat dikatakan bahwa keterjebakan agama oleh egoisme kekuasaan tidak lain keterjebakan agama Islam itu sendiri. Selanjutnya diskusi tentang agama dan kekusaan tidak akan terlepas dari partai politik khususnya partai politik berlabel Islam yang selama ini banyak memanfaatkan lembaga Islam, tokoh Islam, dan semua yang “berbau” Islam.

Tulisan ini hanya akan fokus pada diskusi mengenai jebakan egoisme kekuasaan partai politik berlabel Islam dalam labirin agama. Sesungguhnya, penulis menyadari keterbatasan untuk menjawab dengan baik topik tersebut. Meskipun demikian, paling tidak, tulisan ini berusaha sedikit memberikan solusi konstruktif menuju minimalisasi masalah.

Jebakan Egoisme Kekuasaan

Dalam politik, mustahil sebuah partai tidak memiliki kepentingan politik untuk berkuasa. Invasi partai politik ke dalam agama bertujuan untuk kepentingan politik, seperti untuk merebut kekuasaan atau mempertahankannya. Ada suatu asumsi yang dilandasi pemikiran kritis bahwa agama dan segala atributnya sangat laku keras dijual kepada umat. Hal ini disebabkan agama memiliki unsur sentimen kuat dalam mengikat semua aspirasi umat agar mudah dibawa kemana saja, termasuk untuk memenangkan kepentingan tertentu, dengan menggunakan pendekatan bahasa agama. Noorsena (1999) menjelaskan banyak ahli sepakat adanya kaitan sangat erat antara kekuasaan dan kekerasan. Ketika agama tersubordinasi di bawah egoisme kekuasaan, di sana ia gagal menjalankan fungsi profetis atau kenabiannya, lalu menjelma sebagai alat legitimasi kekuasaan untuk meloloskan kemauan-kemauan politik suatu golongan.
Pada saat bersamaan pula nantinya setelah peran berhasil dimainkan, cepat atau lambat agama akan dimandulkan. Ini dilakukan agar tidak menghalangi kepentingan yaitu berusaha mengeksploitasi kemanusiaan dan selalu dilakukan politikus untuk memenuhi segala ambisi politik. Di sini sangat jelas terlihat ada kesan kuat politisasi agama untuk mencapai kepentingan tertentu. Dalam bahasa sedikit ekstrim, agama dijebak lalu “ditunggangi” untuk mencapai target tertentu yang sangat jelas tidak pernah direstui agama itu sendiri. Lebih-lebih bila agama itu mayoritas di suatu negara, sangat potensial dijadikan legitimasi kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya kepada ummat. Sejarah perkembangan agama-agama besar sendiri telah membuktikan hal itu.

Sebenarnya, penggunaan bahasa agama untuk kepentingan politik bukanlah hal baru. Perhelatan politik simbol juga pernah terjadi pada awal Islam. Misalnya, pada akhir pemerintahan Khulafaurrasidin, Ali Bin Abi Thalib, yaitu dalam perang antara Ali sebagai Khalifah dan Muawiyah. Ketika pasukannya terdesak, Muawiyah mengangkat mushaf Al-Qur’an dan berseru agar menjadikan Kitab Allah (Al-Qur’an) sebagai arbitrase atau tahkim. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam dan kebenaran Ilahi dipertaruhkan dalam peperangan tersebut.

Pemaparan gamblang tentang kasus serupa bisa dilihat dalam uraian-uraian Rafiq Zakaria dalam The Struggle within Islam dan buku baru Mahmoud Ayoub, The Crisis of Muslim History; Religion and Politics in Early Islam yang menyoroti bagaimana kisruhnya suksesi di awal sejarah Islam karena memang tidak ditemukannya formula baku suksesi. Di Barat, pada abad pertengahan, pernah terjadi agama menjadi alat legitimasi kekuasaan raja-raja absolut. Untuk mempertahankan supremasi kekuasaannya, raja-raja di Barat mendekati kelompok agama agar mau menjustifikasi posisinya. Dalam hal ini, terjadilah tawar-menawar antara kedua kekuasaan tersebut. Kelompok agama mendapatkan imbalan berupa sumbangan tanah untuk kepentingan keagamaan.
Agus Maftuh Abegebriel dalam Teologi Kekuasaan (2007) menegaskan politisasi agama dan politisasi religious texts tidak hanya merupakan penafikan terhadap nilai teks-teks suci agama, tetapi justru merupakan distorsi yang akan membajak dan menjebak agama jatuh pada jurang homogenisasi dan hegemonisasi. Kegelisahan yang sama juga dirasakan Khaled Abou el Fadl dalam buku With God on Our Side (2006) dimana semakin maraknya politisasi agama dan memperlakukan agama sebagai alat (tools) ideologis untuk meraih sebuah kekuasaan merupakan pemaksaan agama sebagai theology of power (teologi kekuasaan). Penggunaan isu agama yang berlebihan bisa menyeret agama ke dalam politik kepentingan tertentu. Agama menjadi alat untuk mencapai puncak kekuasaan. Agama bukan menjadi faktor penentu yang mengarahkan etika politik pihak-pihak berkepentingan. Agama yang seharusnya ditempatkan pada posisi tinggi dan terhormat terkontaminasi kepentingan-kepentingan sesaat. Hal itu tentu sangat berbahaya bagi agama tersebut.

Menurut Bahar dalam essainya Agama dan Kekuasaan (2008) dalam kacamata Islam, tidak sesuainya antara simbol yang dipakai dengan perilaku, maka dapat digolongkan sebagai perilaku munafik. Munafik berarti berpura-pura percaya atau setia kepada agama, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak. Karena tidak sesuai antara perbuatan dengan niat, atau niatnya tidak seperti perbuatannya. Itulah perilaku sebagaimana dilansir dalam Al-Qur’an (63:4); “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendegarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar (diumpamakan seperti kayu yang tersandar, meskipun tubuh mereka bagus-bagus dan mereka pandai berbicara, akan tetapi sebenarnya otak mereka adalah kosong, tidak dapat memahami kebenaran). Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)”.

Lebih lanjut Bahar (2008) menguraikan bahwa perilaku menjadikan agama sebagai simbol meraih kekuasaan adalah munafik. Islam dipahami sekedar sarana untuk meraih sesuatu dan bila sudah didapatkan, percayalah mereka mengingkarinya. Mereka mengaku Islam, diberi nama islamis, namun dalam perilakunya sering mencampur-aduk antara yang hak dengan kebatilan. Mereka-mereka yang dikagumi berkopiah, berpeci ’haji‘, berjenggot, mengucapkan puji syukur pada Allah, mengucapkan assalamualaikum dengan fasihnya, tetapi hatinya benar-benar kosong.

Titik Temu

Ada suatu teori yang dikemukakan oleh Harry J. Benda, bahwa dalam Islam batas antara agama dan politik, termasuk juga kekuasaan, sangat tipis. Pemisahan agama dan politik hanya merupakan gejala sementara, yaitu ketika Islam berada dalam masa kemerosotan atau kemundurannya. Tapi, dalam masa kebangkitan dan kejayaan Islam pemisahan antara agama dan politik tidak akan berlangsung lama. Teori ini, menurut Khozin dalam bukunya Refleksi Keberagamaan (2004) sebenarnya merupakan peringatan kepada kita bahwa umat Islam tidak akan pernah bisa dijauhkan dari urusan politik. Persoalannya, bagaimana agar setiap bentuk kedekatan dan keterlibatan umat Islam dalam politik praktis itu dapat memberikan kontribusi berarti bagi kehidupan umat di negeri ini. Belajar dari sejarah, partai-partai berlabel Islam ternyata gagal memperjuangkan aspirasi umat Islam secara khusus dan masyarakat Indonesia secara umum. Dalam proses politik kenegaraan mereka juga tidak memantulkan etika dan moralitas, tidak mampu membangun image positif, kehilangan daya tarik dan dinamikanya.

Oliver Roy dalam The Failure of Political Islam telah memvonis gagal pada gerakan Islam politik, dilatarbelakangi oleh empat faktor dasar. Pertama, tidak adanya konsep yang jelas dalam penyelesaian masalah kemanusiaan (sosial, politik, ekonomi, dan lain-lain). Kedua, konsep masyarakat yang semu dan suram. Ketiga, masifikasi paham kebencian terhadap kelompok lain. Keempat, hilangnya ruang dan otentisitas keagamaan (Mizrawi; 2004). Jika karakter seperti itu masih tetap dipertahankan, maka gerakan Islam politik akan mudah terkubur oleh artikulasi politik kontemporer yang kian dimanis.

Gerbong Islam politik di Indonesia terbukti tidak mampu mengartikulasikan secara apik terkait kebijakan ideologis Islam yang mereka gunakan sebagai isu utama. Selalu saja partai politik itu berkoar-koar bahwa Islam adalah solusi. Tetapi bagaimana pola aplikasi dari kata solusi itu tetap juga tidak jelas, alias kabur. Partai politik berlabel Islam kesulitan untuk menjaga fatsoen politik di hadapan rakyat yang teraniaya. Kadar idealisme juga rapuh dan mudah dilumpuhkan oleh kepentingan- kepentingan sempit. Visi politik sebagai alat untuk mengagregasi kepentingan rakyat tampak begitu mudah terpasung oleh ambisi dan kepentingan elit. Partai politik berlabel Islam juga gemar memanfaatkan agama sebagai alat pemuas birahi kekuasaan, ketimbang sebagai alat untuk mewujudkan kemaslahatan umat. Dalam sejumlah pengambilan kebijakan publik yang bersifat populis, mereka cenderung bersikap tidak konsisten. Saat di depan berani berkoar-koar, namun di belakang tetap bertekuk lutut di hadapan pemegang kekuasaan.

Akhirnya, partai politik berlabel Islam harus bisa merevisi politik simbol menjadi politik substansi. Upaya revitalisasi paradigma politik Islam yang lebih kontekstual dirasa kian penting agar gerbong Islam politik tidak terjebak dalam wacana politik Islam konvensional yang dijiplak dari tradisi perpolitikan Timur Tengah. Artikulasi politik substantif itu bisa dilakukan dengan menjabarkan secara jelas visi keislaman ke dalam program dan kerja politik yang relevan. Toh kerakusan dalam berpolitik justru akan menjadi boomerang yang siap menghantam bangunan karakter partai yang telah terbentuk secara mapan. Partai politik berlabel Islam harus bisa menyajikan kemungkinan lain bagi penilaian publik terhadap keberadaan mereka yang tidak sekadar menjadi subordinasi kekuasaan. Wallaahua’lam bisshowab.
 
sumber foto: http://www.jewishjournal.com/thegodblog/2007/12/P24/
http://en.wikipedia.org/wiki/Religion_in_speculative_fiction

DNA dan Jejak Kejahatan

(telah dimuat di harian Surya Edisi tgl..September 2009
Oleh: Husamah

(Staf Pengajar Jurusan Pendidikan Biologi UMM)



Tes DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) saat ini menjadi istilah yang menjadi topik pembicaraan favorit. Hal ini disebabkan berbagai kasus besar yang terjadi belakangan ini di Indonesia, sebut saja aksi terorisme dengan cara pengeboman, kasus kriminal kelas berat berupa mutilasi, dan masalah rumah tangga artis.

Pelaku Bom Bali pada tahun 2002 sampai dengan bom Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton terungkap akibat data valid tes DNA yang dilakukan aparat penegak keamanan dalam hal ini polisi. Para korban pembunuhan berantai 11 orang yang dilakukan oleh Ryan Sang Penjagal Jombang dapat di identifikasi akibat tes DNA. bahkan kasus yang menimpa dua selebriti Indonesia, Rahma Azhari dan Mayangsari, di mana keduanya diminta keluarga untuk melakukan tes DNA untuk mengetahui ayah genetis dari anak-anak yang mereka lahirkan dapat terselesaikan akibat tes DNA pula.

Berbagai contoh kasus di atas menunjukkan bahwa tes DNA telah menjadi pilihan favorit bahkan solusi terhadap berbagai kasus rumit terutama berkaitan dengan identitas manusia. Bayangkan jika polisi harus mengidentifikasi identitas korban/mayat secara fisik ataupun biometri padahal kondisi tubuh mayat yang telah rusak atau hancur. Sayangnya, masyarakat umum masih jarang yang mengerti dengan jelas tentang apa dan bagaimana tes DNA tersebut, meskipun ia lazim diucapkan.

Bagaimana DNA dapat mengungkap jejak kejahatan atau mengungkap identitas seseorang? Berbagai literatur menjelaskan bahwa tes DNA adalah metode untuk mengidentifikasi fragmen-fragmen dari DNA itu sendiri. Atau secara sederhananya adalah metode untuk mengidentifikasi, menghimpun dan menginventarisir file-file khas karakter tubuh.

DNA merupakan materi genetik yang bisa kita temukan dalam inti sel mahluk hidup (nukleus). Pada mamalia, termasuk manusia, rantai DNA berbentuk struktur kelompok yang disebut kromosom. Dengan pengecualian orang yang kembar, DNA setiap orang pasti berbeda dan unik.

DNA merupakan asam nukleat yang menyimpan semua informasi tentang genetika. DNA inilah yang menentukan jenis rambut, warna kulit dan sifat-sifat khusus dari manusia. DNA ini akan menjadi cetak biru (blue print) ciri khas manusia yang dapat diturunkan kepada generasi selanjutnya. Sehingga dalam tubuh seorang anak komposisi DNA-nya sama dengan tipe DNA yang diturunkan dari orang tuanya.

Metode tes DNA yang umum digunakan di dunia, masih menggunakan metode konvensional yaitu elektroforesis DNA. Sampel kemudian ditandai dengan film X-Ray, dimana kemudian sampel DNA yang sedang diuji akan menunjukkan pola garis-garis hitam (jejak DNA).

Sedangkan metode tes DNA yang terbaru adalah dengan menggunakan kemampuan partikel emas berukuran nano untuk berikatan dengan DNA. Metode ini ditemukan oleh dua orang ilmuwan Amerika Serikat yaitu Huixiang Li dan Lewis Rothberg. Keunggulan metode ini dibandingkan dengan metode konvensional adalah pada kecepatan dan harganya yang jauh lebih cepat dan murah dibandingkan metode elektroforesis DNA. Tetapi karena metode ini masih tergolong baru, sehingga sampai sekarang belum dapat memanfaatkan fasilitas tersebut.

Pertanyaannya, apakah tes DNA sudah pasti akurat? Menurut Pratiwi (2008) tes DNA yang dilakukan oleh penguji belum tentu akurat 100%. Para penguji yang benar-benar ahli dan berpengalaman dalam bidang ini selama bertahun-tahun mungkin akan meminimalisir human error saat pembacaan hasil. Namun, selama tes dilakukan sesuai Standard Of Procedur yang ada dan melalui Quality Control yang baku, tingkat akurasi tes akan lebih baik dan merepresentasikan keadaan yang sebenarnya. Wallaahua’lam bisshowab.

Sumber foto:http://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/sci_tech/2000/human_genome/stage_1.stm

5 Oktober 2009

Teh Hijau Cegah Ereksi?



KEMAMPUAN ereksi sering kali dijadikan ukuran kejantanan kaum pria. Terjadinya disfungsi (gangguan) ereksi (DE) bukan saja membuat kaum pria resah, tapi juga bisa stres dan kehilangan kepercayaan diri. Tidaklah mengherankan jika berbagai upaya dilakukan demi tetap terjaganya “kesinambungan” ereksi, meski untuk itu dibutuhkan biaya besar.

Disfungsi ereksi (DE) alias gangguan keperkasaan pada pria–orang lebih familiar menyebutnya impotensi–adalah ketakmampuan alat vital mencapai ereksi atau mempertahankannya untuk berhubungan seks yang memuaskan. Jika dilihat dari jangka waktu, sebuah gangguan disebut DE jika setidaknya telah berlangsung tiga bulan. Kekerapan DE untuk pria berumur 40 tahun dialami 5 persen, sedangkan pria berusia 70-an tahun mencapai 15 persen. Khusus di Indonesia, kasus DE dialami sekira 10 persen pria menikah.

Ereksi biasanya berawal dari rangsangan seksual, enzim neuronal nitric oxide (NO), dilepaskan pada ujung syaraf. DE disebabkan gangguan organik dan gangguan psikogenik, atau dua-duanya. Kendati DE sejauh ini dinyatakan bukan kondisi berbahaya bagi kesehatan, namun nyatanya dapat memengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari, interaksi sosial, rasa sehat, serta kualitas hidup seseorang, terutama perasaan kurang percaya diri atau minder.

Namun, bagi para penggemar teh, khususnya teh hijau, sepertinya ada kabar gembira berkaitan dengan gangguan DE. Sebuah penelitian yang dilakukan Dr. H. Arifin Gunawijaya, M.S., staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Trisaksi Jakarta, memperlihatkan adanya khasiat teh dalam membantu menyembuhkan DE.

Arifin yang mengambil jenjang pendidikan S-2 di Universitas Indonesia, melakukan penelitian mengenai sisi positif teh hijau sejak tahun 1988. Ia menemukan zat dalam bentuk polifenol pada teh hijau yang mampu meningkatkan kemampuan ereksi. Zat tersebut mampu merangsang fungsi endotel pada tubuh pria sehingga menambah kemampuan ereksi.

Menurut Arifin, antioksidan yang terdapat pada polifenol teh hijau, dapat menetralkan, mengurangi bahkan membantu mencegah kerusakan akibat radikal bebas. Polifenol teh mempunyai efek antioksidan lebih besar dari vitamin C (100 kali) dan 25 kali dari vitamin E. “Teh hijau mengandung 30-40 persen polifenol, sedangkan teh hitam hanya 3-10 persen polifenol. Secangkir teh hijau mengandung 50-150 mg polifenol, dengan decaifeinated 60-69 persen polifenol total,” kata Arifin. Teh hijau macam apa yang berkhasiat demikian?



Menurut Arifin, sejauh ini secara umum semua jenis teh hijau memiliki khasiat yang sama. Konsumsinya mulai dalam bentuk setengah jadi dari pabrik, teh celup, sampai teh siap minum dalam kemasan botol dan kotak yang saat ini banyak beredar di pasaran. Namun demikian, pemakaian teh hijau untuk anak-anak belum ada penelitian. Sedangkan untuk dewasa dapat diperoleh melalui tiga cangkir teh hijau per hari (3 gram teh, 240-320 gram polifenol atau 300-400 gram miligram ekstrak teh hijau/hari. Lain halnya untuk wanita hamil dan menyusui sebaiknya menghindari minum teh hijau.

Manfaat lainnya dari polifenol dalam teh hijau, tambah Arifin, adalah mampu menurunkan kolesterol tinggi, yang juga menjadi salah satu penyebab gangguan ereksi. Selain itu, mampu membuat seseorang tak cepat lapar, yang menjadi salah satu perangsang aktivitas.

Namun perlu diingat, kafein dalam teh dan kopi dapat membuat orang gelisah, susah tidur, jantung berdebar, dan pusing. Jika berlebihan, bisa kram perut, mual, muntah, sakit kepala, dan nafsu makan hilang. Jika ada gejala ini, segera hubungi dokter atau petugas kesehatan.

Tingkatkan promosi

Hanya, manfaat mengonsumsi teh hijau masih belum banyak diketahui oleh masyarakat umum. Ini tak terlepas dari perbedaan kultur konsumen di negara kita yang lebih banyak menyukai teh berkualitas ala kadarnya berharga murah, atau jenis dari teh hitam.

Padahal di berbagai negara lain, misalnya Malaysia, India, Jepang, dan Cina, produk teh hijau sudah sejak lama dikenal para konsumen negaranya. “Tak heran, manfaat dari teh hijau bagi kesehatan pun lebih mudah diketahui konsumen di negara-negara bersangkutan. Kampanye penggunaan teh hijau bagi kesehatan, juga sebagai salah satu cara efektif yang dilakukan di banyak negara yang berorientasi kembali ke alam,” ujarnya.

Keterangan serupa dilontarkan pengurus Pokja Pusat Pengembangan Komoditas Teh Jabar, Imron Rosyadi. Disebutkan, sejauh ini pun masih banyak kekurangtahuan konsumen umum atas sejauh mana kualitas teh hijau yang bagus atau tidak. Menurut dia, banyak konsumen yang menyangka, teh hijau yang baik adalah yang berwarna kecokelat-cokelatan. Ini tak terlepas dari kultur konsumen lokal atas masih tingginya selera atas teh hitam dan teh berkualitas seadanya.

Tak heran, selera dan kualitas teh di Indonesia masih sering disamaratakan dan dinilai tak berbeda jauh, termasuk dalam urusan khasiatnya. Bahkan, pabrikan dalam mengolah tehnya banyak yang ikut-ikutan membuat produknya agak kecokelat-cokelatan dengan harapan lebih diterima selera konsumen pasar lokal.

“Teh hijau berkualitas bagus secara kasat mata sudah jelas, yaitu berwarna hijau bening. Standar kualitas ini sifatnya menyeluruh, baik produk lokal maupun impor, berikut pula dengan berbagai jenisnya,” ujar Imron.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Teh Indonesia (Aptehindo), Nana Subarna, mengatakan, ada situasi yang juga memengaruhi secara psikis dan kultur mengapa selera atas teh hijau belum sebesar teh hijau. Ini terkesan konyol, namun nyatanya memengaruhi daya serap dan konsumsi teh hijau secara umum di Indonesia.

Semakin banyaknya masyarakat yang mengetahui khasiat teh hijau bagi kesehatan, diharapkan pula berdampak positif bagi perekonomian masyarakat daerahnya sendiri. Apalagi, produk teh hijau selama ini mayoritas diproduksi para petani teh di Jabar, walau belakangan industri besar pun tertarik memproduksi dalam bentuk kemasan.

Hanya, menurut Nana, ini pun harus disertai upaya mengubah kultur awam dan tingkat apresiasi terhadap produk teh. Langkah meningkatkan gengsi teh hijau, bukan sekadar urusan bisnis, namun juga upaya sosialisasi tentang manfaat teh bagi konsumen. Salah satu upaya promosi itu dalam bentuk Festival Teh Indonesia 2006, yang akan digelar di Ciwalk Bandung, 8-10 Desember.

Menurut Nana, dalam festival tersebut akan dibahas dan didiiskusikan mengenai seberapa jauh khasiat teh hijau bagi kesehatan. “Masih banyak orang awam beranggapan, minum teh yang kurang pekat dan berwarna hijau bening, dianggap teh murahan dan yang menyuguhkan dianggap pelit. Padahal, yang disuguhkan adalah teh berkualitas tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan,” katanya. (Kodar S/”PR”)***

Sumber : Ekaplanta
sumber foto: hariharisetelahkemarin.wordpress.com dan armansah.blogspot.com/.../manfaat-teh-hijau.html

19 Agustus 2009

Masyarakat Adat Dan Egoisme Ekonomi Politik Penguasa-Kapitalis

Pemenang Terbaik Lomba Opini Tambang di Hutan Lindung, PP 02/2008 dan Keselamatan Rakyat (DIADAKAN OLEH LSM JATAM-SAWIT WATCH)

Oleh : Husamah,Biologi-Universitas Muhammadiyah Malang

Wilayah operasi pertambangan yang tumpang tindih dengan wilayah hutan serta wilayah hidup masyarakat adat dan lokal telah menimbulkan konflik atas hak kelola dan hak kuasa masyarakat setempat. Kelompok masyarakat harus terusir dan kehilangan sumber-sumber kehidupannya, baik akibat tanah yang dirampas maupun akibat tercemar dan rusaknya lingkungan akibat limbah operasi pertambangan. Kondisi semakin diperparah dengan pertambangan sebagai memicu terjadinya pelanggaran HAM.



***

Konon, Indonesia adalah Negara independen dan berdaulat dalam mengelola sumberdaya alamnya, termasuk sumberdaya hutan, secara lestari untuk kesejahteraan rakyat. Konsekwensinya, sebagai bangsa yang bermartabat, tidak sepatutnya merasa inferior bahkan diintervensi oleh pihak manapun. Namun, lahirnya PP Nomor 2 Tahun 2008 tentang jenis dan tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan, menimbulkan pertanyaan apakah negara kita masih berdaulat? Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimanakah nasib dan masa depan masyarakat adat dengan adanya peraturan tersebut?

Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan menggunakan perspektif ideal yaitu masa depan lingkungan hidup, karena itulah sebenarnya yang utama. Oleh karena itu, ada beberapa pokok yang perlu diuraikan yaitu kondisi Indonesia sebagai republik kapling dan posisi masyarakat adat sebagai pihak yang akan merasakan dampak pertama kali.

Republik Hutan Lindung Kapling
Dalam buku berjudul Republik Kapling (Resist Book, 2006), Tamrin Amal Tomagola menuliskan bahwa kenyataan yang telah mulai mengeras sejak masa Orde Baru adalah sesungguhnya setiap jengkal dan petak bumi Nusantara ini telah dipecah-pecah dalam suatu kaplingan ekonomi-politik dalam berbagai ukuran. Ukuran kapling tersebut sesuai dengan skala modal yang ditanam dan jumlah upeti yang diselundupkan ke rekening pejabat Negara dan daerah serta para anggota DPR Pusat dan daerah.

Menurut Tomagola (2006:220), contoh konkrit pernyataan tersebut adalah pengkaplingan bukit-bukit Timika untuk Freeport, Lhoksumawe untuk Exxon Mobil, beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan untuk Monsanta, Buyat-Minahasa dan Sumbawa untuk Newmont International, Teluk Bintuni di Papua Barat untuk Britsh Petroleum (BP), Kalimanan Timur untuk PT Kaltim Prima Coal, dan hutan Papua untuk sejumlah jenderal pensiunan.

Lahirnya PP No 2/2008 seakan membenarkan pendapat Tomagola tersebut. Sesuai dengan pendapat beberapa pengamat lingkungan, PP ini tidak lain merupakan bentuk manipulasi hokum dan persekongkolan untuk mengelabui publik. Ketidaktegasan PP yang tidak secara eksplisit menyebutkan hanya berlaku bagi 13 perusahaan membuka celah lebar terjadinya penyalahgunaan yang dapat berujung pada pengkaplingan hutan lindung secara beramai-ramai.

Pendapat Samhadi (2008) dalam hal ini mungkin sangat tepat. Ada tendensi, pemerintah sekarang ini mencari kambing hitam dari PP ke pemerintah sebelumnya, dengan menyebut PP No 2/2008 hanya tindak lanjut dari Perpu No 1/2004 yang dikeluarkan pemerintah sebelumnya. Padahal, berdasarkan kalkulasi kasar Greenomics, kerugian akibat diterapkannya PP No 2008 mencapai Rp 70 triliun. Sementara dari penerapan PP No 2/2008 potensi PNBP yang diterima hanya sekitar RP 2,78 triliun, atau hanya menutup 3,96 persen dari potensi kerugian. Dari jumlah itu, yang dapat masuk ke APBN 2008 diperkirakan hanya Rp 1,5 triliun. Melihat potensi kerugian yang mungkin ditimbulkan dengan adanya PP No 2/2008, tidak ada kesimpulan yang paling tepat kecuali bahwa PP dibuat hanya untuk memuaskan egoisme ekonomi politik penguasa dan para kapitalis yang berlindung di belakang mereka.

Nasib Masyarakat Adat
Wilayah operasi pertambangan yang tumpang tindih dengan wilayah hutan serta wilayah hidup masyarakat adat dan lokal telah menimbulkan konflik atas hak kelola dan hak kuasa masyarakat setempat. Kelompok masyarakat harus terusir dan kehilangan sumber-sumber kehidupannya, baik akibat tanah yang dirampas maupun akibat tercemar dan rusaknya lingkungan akibat limbah operasi pertambangan. Kondisi semakin diperparah dengan pertambangan sebagai memicu terjadinya pelanggaran HAM.

Di banyak operasi pertambangan di Indonesia menurut catatan Suswono (2008), aparat keamanan dan militer seringkali menjadi pendukung pengamanan operasi pertambangan. Ketika perusahaan pertambangan pertama kali datang ke suatu lokasi, seringkali terjadi pengusiran-pengusiran dan kekerasan terhadap warga masyarakat setempat.
Masyarakat adat jelas bukan merupakan pihak yang diuntungkan dengan dikeluarkannya PP No 2/2008. Kehadiran kegiatan pertambangan selama ini justru melahirkan pusat kantong kemiskinan dan kehancuran ekologis di sekitarnya. Produk perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaaan dan pemanfaatan SDA di era Orde Baru dan berlanjut sampai sekarang lebih banyak ditujukan untuk memfasilitasi pertumbuhan modal. Pada saat bersamaan terjadi pengingkaran terhadap pengakuan hak-hak tenurial (tenurial right) yang berasal atau berkembang dari atau dalam komunitas masyarakat secara de jure akan dikalahkan manakala berhadapan dengan hak-hak para pemilik modal.

Masyarakat adat sebenarnya memiliki posisi penting dalam pengelolaan hutan lindung. Dengan kearifan lokalnya, mereka secara turun temurun mengabdi untuk mengabadikan kekayaan alam yang ada di dalamnya. Setiap masyarakat adat memiliki yang dianggap penting guna memelihara dan memanfaatkan hutan secara baik dan benar. Pemanfaatan hutan lindung dilakukan sejalan dengan keberlangsungan dan stabilitas fungsi hutan tersebut. Tidak ada istilah memanjakan hasrat primitif yang rakus dan merusak yang mereka lakukan sebagaimana yang dilakukan oleh para kapitalis. Sayangnya, hal ini bukan menjadi hal menarik bagi penguasa, justru merupakan batu sandungan yang harus disingkirkan.

Mengakhiri Kealfaan

Akhirnya, dari uraian diatas dapat ditarik satu kesimpulan. Sudah saatnya disadari bahwa adanya subordinasi dan fragmentasi hutan menjadi bagian-bagian yang seakan-akan bisa diganti-pasang dengan yang baru melalui PP No 2/2008 adalah kata lain dari pembunuhan dan pemusnahan masyarakat adat secara legal (terencana atau terskenario), sementara kesejahteraan hanya untuk segelintir orang. Masyarakat adat dan hutannya tak lebih sebagai tumbal atau piranti untuk "menggemukkan" sebagian orang yang punya akses modal kuat dan lobi tingkat tinggi. Lingkungan (hutan) yang seharusnya barang publik telah dianggap sebagai milik individual atau sekelompok orang dengan pemanfaatan yang destruktif.

Tentunya kealfaan ini harus segera diakhiri oleh para penguasa. Toh, UUD 1945 sebagai sumber peraturan tertinggi sebenarnya menghormati secara jelas posisi masyarakat adat. Dalam Bab Pemerintah Daerah pasal 18B ayat (2) tercantum pengakuan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Dalam Bab XA tentang Hak Azasi Manusia pada pasal 28I ayat (3) juga tercantum tentang pengakuan identitas budaya dan hak masyarakat tradisional. Semoga. [ ]

18 Agustus 2009

Teripang, Penyembuh Mujarab


(TULISAN INI TELAH DIMUAT DI HARIAN SURYA Kamis, 12 Februari 2009 | 8:34 WIB)

Oleh Moh Sarip Hidayatullah
Anggota UKM Forum Diskusi Ilmiah UMM
sya_...@yahoo.co.id




INDONESIA merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau serta panjang garis pantai 81.000 km. Sekitar 75 persen wilayah Indonesia terdiri laut dengan pantai kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati. Sebagai salah
satu negara maritim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumber daya pesisir dan laut yang sangat besar.

Salah satu komoditi subsektor perikanan yang cukup potensial adalah teripang. Hampir semua jenis teripang dapat mudah dikenali melalui bentuk tubuhnya yang bulat memanjang seperti ketimun. Perburuan teripang oleh nelayan Madura dan Bugis bahkan sampai terumbu Ashmore di Perairan Utara Australia, paling tidak sejak awal 1700-an.

Meski sudah lama diburu, pemanfaatan teripang sebagai bahan pangan dibanding produk perikanan lainnya tergolong kurang populer. Dilihat dari bentuk fisik teripang terkesan menjijikkan.

Padahal, teripang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh atau sebagai obat/penyembuh berbagai penyakit. Teripang kering punya kadar protein tinggi, yaitu 82 persen. Di China dilaporkan, secara medis tubuh dan kulit teripang jenis Stichopus japonicas berkhasiat menyembuhkan penyakit ginjal, penyakit jantung, alergi, paru-paru basah, anemia, anti-imflamasi, dan mencegah arteriosklerosis serta penuaan jaringan tubuh (antiageing).

Ekstrak murni teripang mempunyai kecenderungan menghasilkan holotoksin yang efeknya sama dengan antimicyn dengan kadar 6,25-25 mikrogram/milliliter. Selain itu, teripang mengandung asam lemak tidak jenuh jenis omega 3 yang penting untuk kesehatan jantung. Penelitian terbaru Institut Kimia Universitas Los Banos Filipina (2006) mengungkap, teripang dapat menjadi agen antitumor dan sebagai obat HIV.

Yang paling berpengaruh adalah senyawa bernama lektin. Senyawa lektin bersifat mitogenik atau sel berkembang cepat dan antimikroba. Lektin efektif melawan kanker otot pada tikus dan kanker paru-paru manusia dengan dosis masing-masing 5 dan 50 mikrogram. Lektin berefek terapi bagi HIV karena mampu menggumpalkan sel jahat. Itu terlihat ketika diuji di laboratorium dengan menggunakan sellimfoid.

Namun hal yang perlu diperhatikan adalah keberadaan teripang di Indonesia yang saat ini sangat terancam. Sediaan stok teripang di alam menurun drastis disertai berbagai kerusakan pada habitatnya. Ini berbahaya mengingat sekali kepadatan populasi teripang turun di bawah titik kritis, sangat sulit populasi pulih kembali. Perlu usaha pelestarian dan pembudidayaan untuk mengurangi pengambilan stok alami berlebihan.

PENGANTAR EKOLOGI TUMBUHAN



Pengertian Ekologi

Ekologi merupakan salah satu cabang biologi. Yaitu ilmu pengetahuan tentang hubungan antara organisme dan lingkungannya. Atau ilmu yang mempelajari pengaruh faktor lingkungan terhadap jasad hidup. Ada juga yang mengatakan bahwa ekologi adalah suatu ilmu yang mencoba mempelajari hubungan antara tumbuhan, binatang dan manusia dengan lingkungannya di mana mereka hidup, bagaimana kehidupannya dan mengapa mereka ada disitu. Ekologi berasal dari bahasa Yunani “oikos” (rumah atau tempat hidup) dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harfiah ekologi adalah pengkajian hubungan organisme-organisme atau kelompok organisme terhadap lingkungannya. Ekologi hanya mempelajari apa yang ada dan apa yang terjadi di alam dengan tidak melakukan percobaan.

Menurut Odum dan Cox (1971) ekologi mutakhir adalah suatu studi yang mempelajari struktur dan fungsi ekosistem atau alam di mana manusia adalah bagian dari alam. Struktur di sini menunjukkan suatu keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu termasuk kerapatan/kepadatan, biomasa, penyebaran potensi unsur-unsur hara (materi), energi, faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang mencirikan keadaan sistem tersebut. Sedangkan fungsinya menggambarkan hubungan sebab akibat yang terjadi dalam sistem. Jadi pokok utama ekologi adalah mencari pengertian bagaimana fungsi organisme di alam.

Ekologi berkaitan dengan berbagai ilmu pengetahuan yang relevan dengan kehidupan (peradaban) manusia. Seorang yang belajar ekologi sebenarnya bertanya tentang berbagai hal sebagai berikut:
1. Bagaimana alam bekerja?
2. Bagaimana suatu spesies beradaptasi dalam habitatnya.
3. Apa yang mereka perlukan dari habitatnya itu dapat dimanfaatkan guna melangsungkan kehidupan
4. Bagaimana mereka mencukupi kebutuhannya akan unsur hara (materi) dan energi
5. Bagaiman mereka berinteraksi dengan spesies lainnya
6. Bagaimana individu-individu dalam spesies itu diatur dan berfungsi sebagai populasi

Jelaslah bahwa ekologi adalah ilmu yang mempelajari mahluk hidup dalam rumah tangganya atau ilmu yang mempelajari seluruh pola hubungan timbal balik antara mahluk hidup sesamanya dan dengan komponen di sekitarnya. Dengan demikian seorang ahli ekologi juga menaruh minat kepada manusia, sebab manusia merupakan spesies lain (mahluk hidup) dalam kehidupan di Biosfer secara keseluruhan. Selanjutnya dengan adanya gerakan kesadaran lingkungan di negara maju sejak tahun 1968 sedangkan di Indonesia sejak tahun 1972, dimana setiap orang mulai memikirkan masalah pencemaran, daerah -daerah alami, hutan, perkembangan penduduk, masalah makanan, penggunaan energi, kenaikan suhu bumi karena efek rumah kaca atau pemanasan global, ozon berlubang dan lainnya telah memberikan efek yang mendalam atas teori ekologi. Ekologi merupakan disiplin baru dari biologi yang merupakan mata rantai fisik dan proses biologi serta bentuk-bentuk yang menjembatani antara ilmu alam dan ilmu sosial.

Sejarah dan Perkembangan Ekologi

Catatan Hipocrates, Aristoteles, dan filsuf lainnya merupakan naskah-naskah kuno yang berisi rujukan tentang masalah- masalah ekologi. Walaupun pada waktu itu belum diberi nama ekologi. Ekologi berhubungan dengan sistem kehidupan sehingga dalam perkembangannya erat kaitannya dengan perkembangan biologi. Sejak abad ke-16 dan 17 yang lalu biologi diperkenalkan melalui Natural History atau sejarah alam (populer dengan istilah kajian alam) pada saat manusia sadar akan pentingnya alam sekitarnya (hutan dieksploitasi dan padang dibuka menyebabkan banyak hewan yang punah). Gerakan konservasi mulai dibentuk pada tahun 1930-an, kajian tentang alam masuk dalam kurikulum sekolah (meskipun hanya konsep sederhana misalnya mewarnai gambar burung dan membuat paragraf singkat tentang alam). Pada saat itu ditulis buku-buku tentang kehidupan di alam (The Reed Bird Guides dan The Camstock Handbook of Natural Study). Namun, ternyata daerah urban lebih banyak dan daerah rural terbatas, demikian halnya dengan perhatian biologis terhadap alam menurun dan lebih fokus pada fungsi dari organisme dari pada hubungannya dengan alam sekitar.

Adanya kesalahan pola pikir seperti itu, sebagian dikarenakan oleh biologi itu sendiri. Pandangan dalam biologi tradisional selalu memulai dan mengakhiri dengan penamaan organisme hidup (bersifat deskriptif dan lemah dalam data kuantitatif sehingga tidak memiliki konsep dasar yang kuat seperti pada fisika, kimia dan matematika). Misalnya, pencinta alam amatir, pengamat burung atau insekta melakukan kegiatan tidak sampai pada tahapan identifikasi yang mendalam (kurang memahami bagaimana organisme hidup dan apa fungsinya di alam). Pada saat itu pula biologi kehilangan posisinya dalam kedudukannya sebagai ilmu.

Munculnya kesadaran akan lingkungan (1970-an) menyebabkan revolusi ekologi, dimana perhatian terhadap kajian alam meningkat (penduduk sub urban sadar akan lingkungan). Kajian lingkungan kembali dipelajari di sekolah-sekolah serta perhatian terhadap kehidupan liar (wild life) dan hutan meningkat (muncul gerakan masyarakat menentang kegiatan atau pembangunan yang merusak alam). Kajian tentang alam berkembang menjadi ekologi dan keberadaannya menjadi ilmu yang memasyarakat (pandangan lama fokus pada organisme dan pandangan baru fokus pada sistem kehidupan alam). Ekologi berperan mengungkapkan rahasia kehidupan dalam tahapan organisme/individu, populasi dan ekosistem.

Istilah ekologi pertamakali diperkenalkan oleh Ernst Haecckel (1834-1919) pada tahun 1860-an dengan pengertian bahwa ekologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari seluk beluk ekonomi alam, suatu kajian mengenai hubungan anorganik serta lingkungan organik disekitarnya. Selanjutnya, pengertian itu diperluas menjadi kajian mengenai hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan lingkungannya. Berdasarkan pengertian itu, sebenarnya Theophrastus telah banyak menulis tentang hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungannya. Namun, yang dianggap sebagai pemula dan mengarah pana kajian yang bersifat moderen adalah para ahli geografi tumbuhan seperti Humbolt de Candolle, Engler, Gray, dan Kerner yang menulis tentang distribusi tumbuh-tumbuhan. Dasar-dasar dalam geografi tumbuhan ini merupakan pangkal dan kemudian berkembang menjadi kajian komunitas tumbuhan atau ekologi komunitas.

Kajian ekologi komunitas berkembang dalam dua kutub, yaitu di Eropa dipolopori oleh Braun-Blanquet (1932) yang tertarik dengan komposisi, struktur, dan distribusi dari komunitas, serta di Amerika dipolopori oleh Cowles (1899), Clements (1916) dan Gleason (1926) yang mempelajari perkembangan dan dinamika tumbuhan, Shelford (1913, 1937), Adam (1909) dan Dice (1943) di Amerika serta Elton (1927) di Inggris mengungkapkan hubungan timbal balik antara tumbuhan dengan hewan. Sejalan dengan itu, perhatian terhadap dinamika populasi juga banyak di kembangkan para ahli, yaitu pendekatan secara teoritis dipolopori oleh Lotka (1925) dan pendekatan secara eksperimental oleh Voltera (1926). Pada tahun 1935, Gause menemukan interaksi antara hewan pemangsa dengan mangsanya dan hubungan kompetitif diantara spesis, serta Nicholson mempelajari kompetisi intra-spesis. Selanjutnya, Andrewartha dan Birch (1954) serta Lack (1954) menemukan dasar-dasar yang luas untuk kajian regulasi populasi. Berdasarkan penemuan Darwin (1859), Mendel (1806) dan Wight (1931) berkembang bidang genetika populasi, evolusi dan adaptasi. Selanjutnya, Leibig (1840) mengawali kajian lingkungan nonbiotis dari organisme yang kemudian berkembang menjadi ekoklimatologi dan ekofisiologi.

Beberapa kajian di lingkungan perairan berkembang menjadi ekologi energetik, seperti oleh Thienemann (1920) memperkenalkan tingkat tropik, Birge dan Juday tahun 1940-an menguraikan budget energi dalam danau (produksi primer) yang berkembang sebagai konsep ekologi tentang dinamika tingkat tropik. Konsep itu diperkenalkan sebagai konsep dasar dalam ekologi modern oleh Lindemann (1942) serta diperluas oleh Hutchinson dan Odum (1950-an) sebagai polopor dalam aliran budget energi. Studi awal mengenai siklus materi atau nutrisi dilakukan oleh Ovington (1957) di Inggris dan Australia serta Basilevic dan Rodin (1967) di Rusia.

Sekitar tahun 1900, ekologi diakui sebagai ilmu dan berkembang terus dengan cepat. Apalagi disaat dunia sangat peka dengan masalah lingkungan dalam mengadakan dan memelihara mutu peradaban manusia. Ekologi merupakan cabang ilmu yang mendasarinya dan selalu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Tidak satu cabang ilmupun yang dapat mengabaikan ekologi. Apalagi sejak timbulnya gerakan kesadaran lingkungan di seluruh dunia mulai tahun 1968, dituntut kesadaran lingkungan bagi setiap orang antara lain tentang penghematan sumberdaya, penghematan energi, masalah pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah dan lain sebagainya. Jelasnya adanya masalah globalisasi lingkungan akan mengakibatkan perhatian makin mendalam kepada ekologi.

Sejarah perkembangan ekologi tumbuhan

Ekologi berkembang melalui dua jalur, yaitu jalur hewan dan tumbuhan. Ekologi tumbuhan memfokuskan pada hubungan antara tumbuhan dan lingkungannya. Kajian ekologi tumbuhan sudah lama berkembang, tahun 1305 Petrus de Crescentius menulis karangan mengenai sifat persaingan hidup pada tumbuhan. Selanjutnya, King (1685) pertamakali menguraikan konsep tentang suksesi dalam komunitas tumbuhan serta Warming (1891) mengenai proses suksesi tumbuhan di bukit pasir disepanjang pantai Denmark. Saat itu ekologi tumbuhan telah diakui sebagai disiplin ilmu baru. Adapun pakar yang menjadi polopor dalam mengembangkan ekologi tumbuhan antara lain adalah Clements menulis buku ekologi tentang metode pengukuran dan pemasangan kuadrat dalam kajian ekologi lapangan. Cowles (1899) melakukan kajian tentang suksesi tumbuhan di bukit pasir sepanjang pesisir pesisir danau Michigan serta peranan iklim, fisiografi dan biota lainnya dalam suksesi tersebut. Selanjutnya, Tansley menyusun karya ilmiah berjudul The British Isles and their Vegetation.

Clements (1916 - 1928) yang menyebutkan bahwa seorang ahli yang bernama Pebus de Crecentius (1905) merupakan perintis pertama yang mengatakan adanya kompetisi pada tanaman. Kemudian disusul oleh King (1685) merupakan ahli pertama yang menjelaskan konsep suksesi pada tanaman. Dua pengertian tersebut merupakan pengertian dasar sebagai landasan ekologi tanaman. Pada waktu itu Crecentius memaparkan adanya tanaman kuat yang bersaing dengan tanaman-tanaman lain dalam praktek kehutanan. Kenyataan hidup menunjukkan bahwa akan selalu ada eksploitasi atas organisme lemah oleh organisme kuat. Sedangkan King menguraikan tentang suksesi yang terjadi pada suatu daerah sejak tanah masih tergenang air sampai terbentuk daratan bergambut yang merupakan bahan organik terbentuk oleh pembusukan bahan tanaman dalam kondisi reduktif. Sesuai dengan sifat tumbuhan tersebut maka timbul kondisi lingkungan tertentu, misalnya terjadi gambut yang asam dan sebagainya.

Warning pada tahun 1891 sudah mengemukakan uraian klasik hubungan suksesi di bukit-bukit pasir. Shumaker (Swedia) berdasarkan konsep Warning serta Cowles (1899) menerbitkan pula tulisan tentang bukit pasir di Michigan AS, sehingga pemikiran Warning, Cowles dan Clements merupakan bagian permulaan pemikiran ekologi pada abad ke-20.
Clements kemudian membuat pedoman tentang metode penelitian ekologi dan telah berhasil meletakkan dasar pengukuran dalam ekologi, antara lain pengukuran menggunakan metode kuadrat dengan alat-alat tertentu dalam menilai suatu habitat. Dengan jasa Clements ini metode pengukuran kualitatif berkembang ke metode kuantitatif. Setelah itu Clements mengemukakan konsep indikator, yaitu adanya hubungan yang khas antara lingkungan dan tumbuhan sehingga tumbuhan dapat digunakan untuk menduga sifat suatu lingkungan dan sebaliknya. Suatu tumbuhan dapat juga digunakan untuk menduga jenis tumbuhan lain yang mungkin dapat hidup di lingkungan itu. Dengan demikian ada indikator fisik, kimia dan indikator vegetasi.

Pada tanah gambut dengan pH 2,5 maka dapat digunakan untuk menduga tumbuhan apa yang dapat hidup di tempat itu atau sebaliknya. Seperti di Kalimantan bila ada pohon Purun maka diduga bahwa pH tanah disitu bersifat asam (pH 2,5). Hal-hal tersebut merupakan indikator fisik atau kimiawi. Contoh lain di Sumatra bila tumbuh pohon Nibung maka di tempat itu dapat tumbuh dengan baik pula tanaman padi. Di Jawa bila tumbuh pohon petai dengan baik, maka pohon cengkeh juga dapat tumbuh dengan baik, yang kemudian ditampakkan sebagai indikator vegetasi.

Dengan demikian suksesi, kompetisi dan indikator merupakan trilogi ekologi dalam perkembangan ekologi tanaman selanjutnya. Berkembangnya cabang-cabang ilmu lain, seperti fisiologi tumbuhan yang bersinggungan dengan ekologi tumbuhan, yaitu dibahasnya hubungan antara struktur, fungsi dan distribusi vegetasi oleh Pfefer dan Sacs (1867) makin memperkuat perkembangan ekologi modern. Demikian pula berkembangnya pengertian tanah di ilmu tanah (pertama kali dikemukakan oleh Doknchagev, 1870), yaitu tanah sebagai bagian yang mandiri sebagai hasil akhir kerjasama antara iklim, organisme, bahan induk, bentuk permukaan dan waktu.

Ekologi, fisiologi, agronomi dan pedologi berkembang bersama-sama saling berinteraksi sehingga melahirkan pandangan bahwa organisme dengan lingkungan merupakan sistem yang kompleks. Akhirnya dari interaksi tersebut, kecuali ilmu itu berkembang sendiri-sendiri juga melahirkan kelompok perkembangan seperti: kelompok klasifikasi yang membahas hubungan tumbuhan dengan geografi dan taksonominya, kelompok ekofisiologi yang membahas proses fisiologi hubungannya dengan ekologi dan kelompok pendekatan ekosistem yang membahas tumbuhan/tanaman hubungannya dengan lingkungan secara holistik.

Prinsip-prinsip Ekologi Tumbuhan


Terdapat berbagai sistem ekologi atau ekosistem di biosfer atau ekosfera bumi pada lingkungan terestris atau lingkungan akuatik yang menjadi habitat makhluk hidup (tumbuh-tumbuhan, hewan, dan mikrobiota) tinggal dan melaksanakan kehidupannya berinteraksi dengan lingkungan hidupnya.

Proses kehidupan yang berlangsung dalam sistem ekologi atau ekosistem tersebut pada dasarnya memiliki prinsip-prinsip ekologi yang menjadi dasar interaksi atau hubungan timbal balik antara komponen penyusun ekosistem.

Dalam ekologi tumbuhan prinsip-prinsip ekologi tersebut berkaitan dengan jenis dan struktur ekosistem, komponen-komponen penyusunnya, fungsi ekosistem, habitat atau tempat tinggal tumbuhtumbuhan dan biota lainnya, serta relung ekologi (fungsi makhluk hidup di habitatnya), macam-macam interaksi yang berlangsung dalam ekosistem, dan sebagainya.

Komponen penyusun ekosistem antara lain, terdiri dari komponen biotik (makhluk hidup) dan komponen abiotik (habitat dan lingkungan) atau menurut komponen makhluk hidup sebagai penyusun ekosistem antara lain dapat digolongkan menurut perolehan energi menjadi komponen ototrof (tumbuhan hijau) dan komponen heterotrof (hewan dan mikrobiota) atau menurut jenisnya dikenal ekosistem terestris (darat) dan akuatik (perairan: perairan tawar dan laut).

Dalam ekosistem tumbuh-tumbuhan mempunyai peran yang penting, antara lain dapat mengubah kondisi habitat dan lingkungannya, seperti mengurangi radiasi sinar matahari, mengatur iklim, atau membentuk humus mengikat energi matahari menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis dan menjadi menjadi sumber energi dan sumber nutrisi dengan adanya kandungan unsurunsur organik maupun anorganik, energi yang berguna untuk makhluk hidup lainnya.

Seluruh unsur makhluk hidup dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhan, hewan atau mikrobiota dalam sistem ekologi membentuk suatu komunitas. Suatu komunitas tumbuh-tumbuhan adalah sekelompok individu (jenis) tumbuhan yang menempati habitat tertentu.Penelaahan ekologi komunitas diperlukan untuk memahami berbagai proses yang terjadi dalam ekosistem, misalnya terbentuknya suatu komunitas rumput, komunitas paku-pakuan atau komunitas hutan.

Konsep komunitas tumbuhan penting dalam penelitian ekologi, karena apa yang terjadi dalam suatu komunitas akan mempengaruhi makhluk hidup lainnya dalam komunitas tersebut. Misalnya dalam pemberantasan gulma di perkebunan yang menjadi saingannya bagi tanaman budidaya.

Dalam ekologi tumbuhan secara umum yang dimaksud dengan populasi adalah sekelompok individu tumbuh-tumbuhan sejenis, seperti pohon karet yang ditanam di perkebunan, tanaman padi di sawah, dan lain lain. Dalam ekosistem, populasi tumbuhan tidaklah statis karena dipengaruhi oleh pertambahan atau pengurangan anggota populasi sepanjang waktu. Perubahan populasi dapat diketahui dari berbagai sifat populasi yang mejadi ciri-ciri populasi, seperti kerapatan populasi, natalitas, mortalitas, pertumbuhan atau persebaran populasi. Salah satu sifat populasi yang bersifat numeric dan struktural adalah kerapatan jenis, yaitu jumlah individu tumbuhan per satuan luas. Dengan kerapatan dapat ditentukan perkembangan populasi dan sifat persebarannya.


Integrasi dan Pendekatan Ekologi Tumbuhan


Ekologi tumbuhan berusaha menerangkan rahasia kehidupan pada tahapan individu, populasi dan komunitas, ketiga tingkatan utama itu membentuk sistem ekologi yang dikaji dalam ekologi tumbuhan. Setiap tingkatan bersifat nyata dan tidak bersifat hipotetik seperti spesis, jadi dapat diukur serta diobservasi struktur dan operasionalnya. Individu dan populasi tidak terpisah-pisah keduanya membentuk asosiasi dan organisasi dalam pemanfaatan energi dan materi membentuk suatu masyarakat atau komunitas dan berintegrasi dengan faktor lingkungan disekitarnya membentuk ekosistem.

Berdasarkan tingkatan integrasinya, secara ilmu kajian ekologi tumbuhan dibagi dalam dua pendekatan, yaitu sinekologi dan autekologi. Sinekologi, falsafah dasarnya adalah tumbuhan secara keseluruhan merupakan kesatuan yang dinamis. Masyarakat tumbuhan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu keluar masuknya unsur-unsur tumbuhan dan turun naiknya berbagai variabel lingkungan hidup. Komunitas tumbuhan (vegetasi) dianggap suatu organisme utuh yang bisa lahir, tumbuh, matang dan akhirnya mati. Bidang kajian utamanya adalah klasifikasi komunitas tumbuhan dan analisis ekosistem. Autekologi, falsafah dasar dasarnya adalah tumbuhan sebagai ukuran yang menggambarkan kondisi lingkungan sekitarnya. Menurut Clements setiap tumbuhan merupakan alat pengukur keadaan lingkungan hidup sekitarnya, khususnya iklim dan tanah. Bidang tersebut melahirkan kajian tentang tumbuhan sebagai indikator alam atau lingkungan hidup dan dikenal dengan ekologi fisiologi (ekofisiologi).

Autekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbale balik suatu jenis organism dengan lingkungannya yangpada umumnya bersifat eksperimental dan induktif. Conoh studi autekologi dapat kita lihat pada telaah ekologi tikus atau hewan-hewan yang hanya terdapat pada lingkungan tertentu saja.

Sinekologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kelompok-kelompok organism sebagai satu kesatuan yang lebih bersifat deskriptif, deduktif dan filosofis. Contoh sinekologi adalah telaah ekologi hutan tropika humida yang ternyata isinya tidak hanya didiami oleh satu jenis makhluk hidup saja. Sinekologi dapat dibedakan lagi, antara lain menjadi ekologi perairan tawar, ekologi daratan, dan ekologi lautan.
Dalam Ekologi Tumbuhan kadang-kadang kajian tentang aspek ekologinya hanya pada tingkat populasi tumbuh-tumbuhannya saja. Kajian tersebut dinamakan autekologi (ekologi populasi), misalnya tentang aspek tahap-tahap kehidupannya atau respon dan penyesuaian diri terhadap faktor lingkungan. Jika kajiannya meliputi berbagai populasi tumbuhan dari bermacam-macam jenis (masyarakat tumbuhan) maka kajiannya disebut sinekologi (ekologi komunitas), misalnya interaksi tumbuh- tumbuhan satu sama lain dalam memanfaatkan air dan nutrien atau persebarannya.

Potensi Ekologi Tumbuhan dan Hubungannya dengan Ilmu Pengetahuan


Ekologi Tumbuhan sebagai ilmu pengetahuan alam yang masih baru memerlukan ilmu pengetahuan lainnya sebagai alat untuk dapat menjelaskan interaksi tumbuh-tumbuhan dengan lingkungan biotic dan abiotiknya.

Ekologi Tumbuhan sebagai ilmu pengetahuan dapat dimanfaatkan dan diterapkan bagi kehidupan manusia, misalnya untuk eksploitasi sumber daya alam, pengaruh kerusakan vegetasi hutan terhadap ekosistem bumi, kerusakan lingkungan akibat pencemaran terhadap tumbuhan, dan sebagainya, yang memerlukan ilmu pengetahuan lain untuk menunjangnya.

Ekologi tumbuhan sebagai cabang ekologi memiliki cakupan yang luas, kajian dan penelaahannya dapat meliputi berbagai tingkatan dalam organisasi biologi makhluk hidup, yang mencakup berbagai jenis, populasi, komunitas tumbuhan, dan ekosistemnya.
Untuk memahami interaksi antara komponen biotik dan komponen abiotik dalam ekosistem tersebut memerlukan disiplin ilmu pengetahuan lain yang berkaitan dengan nama tumbuh-tumbuhan dan habitatnya, tanah dan sifat-sifat kimiawinya, pengaruh iklim, berbagai proses fisiologi dan metabolisme, reproduksi, dan pola sebaran tumbuh-tumbuhannya.

Untuk dapat memahami dan menjelaskan hal-hal tersebut diperlukan berbagai disiplin ilmu baik di dalam maupun di luar ilmu biologi dan ilmu pengetahuan alam lainnya seperti ilmu tanah, geologi dan geomorfologi, klimatologi, dan lain lain.
Ilmu pengetahuan alam selain biologi dan ekologi, seperti fisika, kimia, dan matematika sangat membantu ekologi tumbuhan dalam menjelaskan berbagai komponen biotik maupun komponen abiotik berdasarkan struktur fisik, kimia maupun pengukuran dan pembobotan secara matematis.

Ilmu biologi lain selain ekologi dapat dimanfaatkan dalam ekologi tumbuhan untuk memahami jenis tumbuh-tumbuhan dan komposisinya, sebaran dan keaneka-ragamannya, berbagai proses fisiologi dan reproduksinya melalui pendekatan ilmu pengetahuan tentang struktur tumbuhan taksonomi tumbuhan, fisiologi dan genetik serta biogeografi.

Klimatologi sangat penting bagi ekologi tumbuhan. Tumbuhan sebagai makhluk hidup yang bersifat menetap sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan di sekelilingnya, di antaranya adalah iklim. Faktor iklim dapat menentukan jenis-jenis ekosistem yang ada, komunitas dan jenis-jenis tumbuhan, serta pola sebarannya. Beragai faktor lain yang dapat mempengaruhi iklim, misalnya cahaya matahari, suhu lingkungan, curah hujan, kelembaban udara, dan angin.