Dimuat Media Indonesia, Kamis, 22 Mei 2008 00:03 WIB
Oleh: Husamah
(Mahasiswa UMM, e-mail:usya_bio@yahoo.com)
Tahun 2008 ini, bangsa Indonesia akan memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional. Sebagai orang bijak, idealnya Hari Kebangkitan Nasional itu dijadikan momentum untuk introspeksi.
Dulu, kebangkitan nasional adalah masa bangkitnya semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan 350 tahun. Saat ini yang perlu direnungkan adalah apakah bangsa ini benar-benar merdeka.
Faktanya, masih terlalu banyak bentuk penjajahan legal dan terstruktur di negara ini. Elite politik dari tingkat bawah sampai atas sebagian besar ternyata memiliki mental yang bobrok. Para pejabat hanya memikirkan bagaimana cara memperkaya diri.
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan sengaja dipolitisasi untuk menguntungkan diri, kelompok, atau partainya sendiri.
Tak dapat disangkal, akibat ulah pemimpin yang tidak amanah itu, Indonesia masih terjerat dalam lingkaran setan kemiskinan, pengangguran, rendahnya mutu pendidikan dan kesehatan. Jeritan kepedihan penderitaan rakyat tidak pernah digubris. Yang terbaru adalah arogansi pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Sekilas, dengan menaikkan harga BBM, pemerintah beranggapan bahwa APBN akan aman atau tidak 'jebol'. Itulah dalih yang selalu dimunculkan oleh pemerintah jika perlu menggunakan analisis pengamat propemerintah. Pemerintah juga berinisiatif untuk memberikan kompensasi kepada masyarakat miskin. Dengan demikian, pemerintah berkesimpulan bahwa kenaikan harga BBM disertai adanya kompensasi adalah harga mati.
Dari sinilah permasalahannya terlihat. Bertitik tolak dari sejarah masa lalu, pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan selalu diikuti penyimpangan dalam realisasinya. Kebijakan 'pengganti' ini pun sering kali mendapat sorotan dari masyarakat. Sampai saat ini masyarakat tidak tahu jelas masalah desain, skenario, sistematika, dan realisasi program kompensasi sosial tersebut. Evaluasi mengenai skenario penyaluran dana tersebut belum pernah dilakukan, apalagi pertanggungjawabannya. Suara-suara kritis untuk melakukan evaluasi dan memberikan
pertanggungjawaban sudah didengungkan oleh kelompok masyarakat, namun tampaknya kurang menjadi perhatian utama dari pemerintah.
Membiarkan rakyat tercekik 'kebangkitan' (kenaikan) harga pastilah akan menjadi kenyataan pemerintah kita nantinya. Namun, mereka tidak mampu menghentikan kebocoran dan perampokan dana negara oleh koruptor. Minyak-minyak dan sumber energi kita dibiarkan dinikmati perusahaan multinasional.
Kenaikan harga BBM tak lain merupakan cerminan ketidakberdayaan negara menghadapi situasi ekonomi internasional pasar bebas. Pemerintah tidak memiliki kemauan pengambil kebijakan (political will). Tidak ada orientasi pada penyelamatan bangsa dan negara atas kedaulatan sumber energinya, apalagi langkah tegas, mendasar, dan bebas dari kepentingan asing, dengan memobilisasi seluruh aset sumber daya energi bagi kebutuhan domestik untuk menjamin ketahanan energi bangsa (energy security). Akhirnya, selamat Hari Kebangkitan Nasional dan selamat menikmati kebangkitan (kenaikan) harga BBM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar