24 Januari 2008

Menanti Kepunahan Tahu-Tempe



Oleh: Husamah
(Mahasiswa Biologi-Universitas Muhammadiyah Malang)

Penderitaan rakyat seakan tak pernah berakhir. Setelah didera kelangkaan minyak tanah, minyak goreng, dan berbagai kebutuhan pokok lainnya, kembali rakyat dihadapkan kelangkaan kedelai. Kedelai merupakan bahan utama pembuatan tahu dan tempe, makanan khas Indonesia yang dulunya murah meriah namun kaya gizi terutama protein, bahkan memiliki efek antikarsinogenik (anti agen pemicu kanker). Sekarang andaipun ada harganya meroket, mencapai 150-200 persen.

Sayangnya permasalahan ini cenderung tidak menjadi prioritas pemerintah. Hampir tidak ada langkah konkrit untuk mengatasi kelangkaan kedelai. Beberapa pejabat hanya sekedar memberi komentar untuk melindungi diri dari desakan pertanyaan media, namun tidak menunjukkan langkah konkrit. Para wakil rakyat pun tidak terlihat batang hidungnya.

Kenyataan seperti ini kembali membawa kita pada perntanyaan yang sama sepert dulu. Di mana suara-suara wakil rakyat yang dulu berjanji memperjuangkan nasib rakyat? Di mana bukti kata-kata yang dulu diiming-imingi kepada rakyat agar memilihnya? Dan sekarang, di mana orang-orang yang berambisi menjadi presiden, yang kemarin melakukan show-show ke daerah-daerah?

Sebenarnya jika konsekuen dengan janji-janji, ucapan-ucapan dan koar-koar, inilah ajang pembuktian. Inilah momen untuk membuktikan kepada rakyat bahwa mereka peduli dengan nasib rakyat kecil yang telah lama menderita. Inilah fakta bahwa dosa dan dusta para elite yang sudah mulai ketahuan. Dan akhirnya kita sadar telah gagal memilih pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang peka persoalan bangsa, peka nasib wong cilik.

Tahu dan tempe rasanya tidak akan menjadi makanan favorit lagi dan tentu saja jika kondisi tetap seperti ini maka tahu tempe akan punah. Apalagi penyelesaian masalah kelangkaan kedelai bukanlah skala prioritas strategis pemerintah yang menuntut penyelamatan segera. Seperti yang dikatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kedelai tidak termasuk kebutuhan yang disubsidi.

Akhirnya, bersiaplah menanti kepunahan tempe. Para pemimpin kita terlalu sibuk memikirkan diri mereka sendiri agar tetap berada dalam posisi yan tak tersentuh kemiskinan dan penderitaan. Dan sekarang mereka masih lebih tertarik mengurusi sang ndoro yang sedang kini sedang sakit keras dengan memberikan fasilitas yang seluas-luasnya ketimbang mengurusi rakyat. Rakyat kecil, sadar dan bangkitlah!

Tidak ada komentar: