19 Desember 2011

Insiden Mesuji, 'Gunung Es' Konflik Lahan Perkebunan Sawit



 
Desmunyoto P. Gunadi / Jurnal Nasional
Jurnas.com | ANGGOTA Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), Indri Saptaningrum, mengatakan, pihaknya tidak hanya menyoroti kasus Mesuji, tapi juga beberapa potensi konflik serupa di sekitar Lampung. "Sebetulnya potensi masalah seperti Mesuji ini masih bisa terjadi di sekitar Lampung, masalahnya juga sama terkait konflik perkebunan sawit. Kasus Mesuji ibarat gunung es saja," kata Indri, perwakilan dari LSM Elsam disela jeda rapat TGPF di Kemenkumham, Jakarta, Sabtu (17/12).

Indri enggan membeberkan jumlah daerah yang akan menjadi konflik serupa. Saat ini, tim investigasi dari Elsam sudah turun ke lapangan untuk mencari data lebih lanjut. "Pemilik perkebunan tersebut tidak cuma berasal dari luar negeri, tapi juga lokal," ujarnya.

Menurut Indri, tim pencari fakta akan melihat secara komprehensif, tidak memandang kasus saja. Tim juga akan menyoroti apakah izin perusahaan yang berkonflik resmi atau tidak dalam membuka lahan tersebut, serta antisipasi dampak-dampak serupa di daerah lainnya. "Ada tugas berat tim ini karena harus melihat dari berbagai perspektif. Karena saat ini sudah banyak informasi yang simpang siur. Apakah ada keterlibatan aparat atau tidak? Tim tidak akan berhenti kasus per kasus, juga tidak mengerucutkan kasus ini hanya pada kasus hukum saja," ujarnya.

Hadir dalam rapat antara lain, Denny Indrayana (Ketua TGPF), Ifdhal Kasim (Komnas HAM), Indri Saptaningrum (Elsam), dan Ichsan Malik (Psikolog UI).

Sementara anggota tim lain yang sudah dilapangan antara lain, Sulistyo Ishak (mantan Kapolda Lampung), Tisnanta (Dosen Hukum Unila), dan Endro Agung (Kemenkopolhukam).

Sementara Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim, mengatakan, kasus ini sebetulnya sudah lama terjadi yaitu November 2010 dan April 2011. Pihaknya juga sudah turun ke lapangan mendapatkan data-data kasus tersebut. "Data-data sudah kami kirimi ke Polda Lampung untuk menindaklanjuti tapi tidak ada respon," ujarnya.

Seperti diberitakan, sejumlah warga asal Mesuji, Lampung, Rabu (14/12/2011), melaporkan ke Komisi III DPR atas dugaan kasus pelanggaran HAM terjadi di Mesuji. Bahkan, diduga ada pembunuhan keji terhadap warga.

Kasus ini bermula dari bentrok warga dengan PT SI,perusahaan sawit milik warga negara Malaysia. PT SI sejak 2003, melakukan perluasan lahan untuk ditanami sawit dan karet. Warga yang terkena penyerobotan lahan tidak setuju dengan ulah PT SI itu. Tapi perusahaan meminta kepolisian dan kelompok keamanan bentukan perusahaan untuk menghalau warga.

Penulis: Andi Sapto Nugroho (JURNAS)

Pelanggaran hak asasi manusia di kawasan perkebunan kelapa sawit PT PP Lonsum Tbk-Sumatera Utara

Editor : Eddie Sius Riyadi
Kolasi: xxi, 140 halaman
Impresum: Jakarta: ELSAM, 2010
ISBN: -
Harga: Rp
Bilingual Indonesia-Inggris

Sejak 2003, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) telah melakukan pemantauan dan penelitian lapangan atas praktik-praktik pelanggaran hak asasi manusia yang melibatkan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera (PP Lonsum Tbk-Sumatera Utara). Perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia ini sering terlibat dalam berbagai tindak pelanggaran hak asasi manusia, seperti pengusiran penduduk dari lahan-lahan pertanian, pelarangan atas aktivitas penduduk dalam mencari nafkah tambahan, pelanggaran hak-hak para buruh harian lepas dan dugaan kuat adanya praktik-praktik pelecehan seksual serta menggunakan anak sebagai pendukung buruh harian lepas (BHL).

Laporan ini mencakup praktik-praktik pelanggaran hak asasi manusia dominan di enam pemukiman penduduk yang masuk dalam kawasan perkebunan kelapa sawit PT PP lonsum Tbk-Sumatera Utara. Berdasarkan kesaksian penduduk di enam desa -Desa Pargulaan, Desa Simpang Empat, Desa Cempedak Lobang, Desa Naga Rejo, dan Desa Timbul Naga-  dan juga wawancara dengan narasumber perempuan untuk mengetahui kondisi perlindungan hak-hak perempuan di kawasan tersebut.

Daftar Isi

Kata Pengantar

Bab 1. Pendahuluan
Bab 2. Gambaran umum mengenai PT PP Lonsum Tbk-Sumatera Utara
Bab 3. Profil desa-desa di dalam kawasan HGU PT PP Lonsum Tbk-Sumatera Utara dan catatan panjang konflik
Bab 4. Pelanggaran HAM: jenis, pola, dan variasinya
Bab 5. Berbagai kesaksian penting penduduk tentang peristiwa pelanggaran HAM
Bab 6. Langkah-langkah Negara dalam menangani tindak pelanggaran di kawasan perkebunan kelapa sawit.
Bab 7. Kesimpulan dan rekomendasi

sumber: elsam

Tak Digubris, Ratusan Suku Anak Dalam Jahit Mulut

Tak Digubris, Ratusan Suku Anak Dalam Jahit Mulut Hari Ini
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isnadi mengaku sebagai koordinator lapangan aksi Forum Komunikasi Masyarakat  Penyelamat Pulau Padang asal Riau. Ia beserta 100 orang warga berangkat dari Riau 14 Desember lalu, dan menginap di kaki-lima Gedung DPR sejak 16 Desember.
"Lihat saja sendiri, posko kami hanya berdiri dari tenda seadanya. Panas kepanasan, hujan ke hujanan," ucap Isnadi saat berbincang dengan Tribunnews, Minggu (18/12/2011) kemarin.
Isnadi mengatakan, kelanjutan aksi mereka, puluhan warga asal Riau akan menggelar jahit mulut, Senin ini. "Tadinya ada 100 orang. Tetapi setelah medical check-up, tadi malam, yang memungkinkan hanya 73 orang untuk ikuti jahit mulut. Jadi Senin besok, pukul 10, akan mulai aksi jahit mulut," kata Isnadi.
"Target kami 100 orang, tapi karena perjalanan 3 hari-tiga malam, makan juga tidak terurus, sebagian jatuh sakit, bahkan ada yang dirawat jadi dari 100 orang tidak memungkinkan semua," kata Isnadi sembari menyebut aksi jahit mulut menggunakan jarum, dan akan dilakukan petugas medis.
Menurut dia, aspirasi warga Riau adalah menuntut penghentian aktivitas PT Riau Andalan Pulp and Paper di Pulau Padang. Berdasarkan karena Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 327 Tahun 2009, menerbitkan izin Hutan Tanaman Industri (HTI) di  Pulau Padang. SK Menteri yang memberi konsesi hutan dinilai bertentang, dan melanggar peraturan lebih tinggi, yakni Keputusan Presiden.
Dalam Keppres itu jelas, bahwa lahan gambut kedalaman lebih dari 3 meter, tidak layak jadi HTI, sedangkan di Pulau Padang 6-12 meter ketebalan gambut, sehingga tidak layak jadi HTI. Kemudian luasnya hanya 110 ribu hektare, sementara izin 41 ribu hektare, artinya sepertiga akan habis. Kemudian, fungsi lahan gambut sangat penting untuk menyerap air.
"Pulau Padang ini pun merupakan pulau terluar yang berbatasan dengan Selat Malaka, Singapura. Setelah ada penebangan hutan, setiap tahun, terjadi abrasi sekitar 20-30 meter, itu dari satu sisi. Kalau mengeliling lebih dari itu, artinya tinggal menunggu waktu, pulau ini akan tenggelam," kata Isnadi.
 
Tingginya abrasi tinggi, ditambah air laut pasang semakin tinggi kan mempercepat tenggelamnya pulau terluar itu. Apalagi RAPP membuat kanal-kanal sungai, yang  memudahkan abrasi tanah. Ini merusak hutan, mengganggu mata pencaharian masaurakat. "Otomatis tingkat kemiskinan meningkat," kata Isnadi sembari membenarkan HTI membuka pekerjaan bagi arga, namun tidak seimbang dengan perusakan lingkungan dan penghilangan mata pencaharian warga setempat.
"Karena itu, aksi jahit mulut ini kami lakukan untuk mempercepat perhatian pemerintah dan semua instansi, agar lebih serius. Segera hentikan operasional RAPP, dan cabut SK Menteri," kata dia menegaskan.

Laporan Wartawan Tribunnews.com Adi Suhendi

Warga Jahit Mulut Minta Menhut Tinjau Ulang Izin HTI di Riau


 

Pekanbaru - Empat warga melakukan aksi jahit mulut di depan gedung DPRD Riau. Mereka menuntut Menteri Kehutanan meninjau ulang izin hutan tanaman industri (HTI) PT RAPP.

Lima orang warga Kecamatan Pulau Padang, Kab Meranti, Riau melakukan aksi jahit mulut. Aksi jahit mulut sudah berlangsung selama tiga hari di dalam tenda plastik yang dibangun warga di depan kantor DPRD Riau, Jl Sudirman, Pekanbaru.

Peserta jahit mulut ini terlihat hanya tiduran dibawah tenda. Benang warna hitam yang mereka jahit sebelah kanan dan kiri bibir saja. Sehingga bagian tengah bibir mereka masih bisa untuk minum.

Mereka yang melakukan aksi demo ini menuntut Menhut untuk meninjau ulang izin HTI PT RAPP di Kabupaten Meranti. Warga menilai izin yang dikeluarkan Menhut tumpang tindih dengan lahan masyarakat.

"Kami melakukan aksi ini agar pemerintah dapat melihat sendiri kondisi di Pulau Padang. Jangan hanya melihat kondisi masyarakat dari balik meja saja," kata Yahya (43) salah seorang perserta aksi jahit mulut dengan suara tidak sempurna saat ditemui detikcom, Sabtu (5/11/2011) di Pekanbaru.

Masyarakat meminta SK Menhut No: 327 Tahun 2009 izin HTI untuk RAPP ditinjau ulang. Masyarakat juga mengharapkan Pemprov Riau untuk meninjau ulang kembali rekomendasi yang diberikan kepada perusahaan perkayuan tersebut.

Sementara itu, Manajer Humas PT RAPP Salomo Sitohang kepada detikcom mengatakan, terkait adanya aspirasi masyarakat, pihaknya tetap terbuka untuk berdialog dengan semua pihak termasuk masyarakat yang melakukan aksi jait mulut.

"Sepanjang mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku kita siap untuk diajak berdialoq mencari jalan yang terbaik," kata Salomo.

Dia menjelaskan, pada 27 Oktober 2011 lalu, RAPP telah melakukan penandatanganan MOU dengan 14 kades dan lurah se Pulau Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti.

"MoU itu disaksikan Tim Terpadu, Bupati dan Ketua DPRD Meranti. Salah satu butir MOU tersebut adalah kesepahaman untuk menyelesaikan klaim lahan," kata Salomo Sitohang. (cha/gah)

(Sumber: Chaidir/detikcom)